KUNCI JAWABAN Bahasa Indonesia Kelas 11 Halaman 81 82 Pertanyaan berdasarkan Cerpen Tanah Air Martin Aleida

- 17 Juli 2023, 11:37 WIB
KUNCI JAWABAN Bahasa Indonesia Kelas 11 Halaman 81 82 Pertanyaan berdasarkan Cerpen Tanah Air Martin Aleida
KUNCI JAWABAN Bahasa Indonesia Kelas 11 Halaman 81 82 Pertanyaan berdasarkan Cerpen Tanah Air Martin Aleida /pexels.com/pixabay/

“Ciumlah … Ini tanah Indonesia. Apa pun yang akan terjadi dia akan mempertautkan kita,” katanya lamat-lamat seraya memegangi tanganku, merebahkan kepala di bahuku. Semacam permintaan maaf atas tuduhan yang baru saja dia timpakan padaku. Katanya, tanah itu dia bawa ketika meninggalkan Jakarta menuju Kairo dan kandas di Peking.

Tak sampai lima tahun setelah pertemuan di Kanton itu. Begitulah, kalau tak salah ingatanku. Bajajku sudah selusin dan taksiku lima. Dengan bantuan pengarahan dari gereja, aku bisa menyekolahkan anakku di Australia. Dia studi teknologi informasi, keinginannya satu-satunya.

Setelah beberapa lama bermukim di Belanda, suamiku berkirim surat. Layaknya pecandu sepak bola yang ingin lawannya kalah habis-habisan, dia berteriak melalui baris-baris suratnya: “Juallah semuanya, jangan tinggalkan sepeser pun di negeri yang dikuasai fasis itu. Terbanglah kemari! Tanahmu. Tanahku, walau segenggam, menunggu di sini!”

Tak terlalu sulit untuk memenuhi keinginannya. Ada orang orang gereja yang siap membantu mencarikan pembeli. Juga sanak saudara, sekalipun mereka harus mendekatiku dengan hati-hati. Cecunguk di mana-mana.

Tiba-tiba, datang lagi surat dari dia. Singkat. Memerintah: jangan berangkat dulu! Keadaan tidak aman. Maksudnya apa, aku tak tahu. Tunggu kabar selanjutnya, katanya. Padahal rumah sudah terjual.

Baca Juga: Kunci Jawaban IPA Kelas 10 Halaman 39 40 Kurikulum Merdeka Ayo Berlatih Replikasi Virus, Cara Virus Berkembang

Terpaksa aku mengontrak rumah selama setahun. Kabar susulan dari dia belum juga muncul selama setahun.

Aku berniat baik, ingin berbuat kebajikan kepada suami yang kucintai. Orang yang sayangnya pada anakku membuat dia dikungkung ketegangan karena merasa bersalah tidak ikut membesarkannya.

Tetangga, sanak-famili boleh acuh-tak-acuh, karena takut, namun gereja membukakan pintu untukku. Walau hanya bubungan gereja kecil. Di situlah aku tinggal sambil menunggu aba-aba keberangkatan yang akan datang dari daratan impian.

Derita tak usah berpanjang-panjang. Sementara keteguhan tak boleh padam. Singkat cerita, aku mendarat di Schiphol. Dia menyambutku di pintu ke luar. Dada sesak oleh kebahagiaan. Aku dirangkulnya berlama lama. Lantas mendorong barang bawaanku menuju kereta api.

Halaman:

Editor: Kun Daniel Chandra

Sumber: buku.kemendikbud.co.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah