2. Penilaian kasus perlu dinilai secara
Setiap kasus KDRT harus dinilai secara individual dengan mempertimbangkan semua faktor yang terlibat, seperti sifat kekerasan, dampaknya terhadap korban, dan faktor-faktor mitigasi lainnya.
Undang-undang tidak dapat memperhitungkan seluruh faktor ini secara rinci, sebab setiap kasus dapat memiliki dinamika yang berbeda.
Oleh sebab itu, tidak ada ketentuan hukum yang sifatnya mutlak sejenis yang dapat memenuhi kebutuhan penilaian individual ini.
3. Perubahan konteks sosial dan budaya
Konteks sosial dan budaya terus-menerus berkembang seiring waktu, dan pandangan masyarakat terhadap KDRT ternyata juga berubah seiring dengan perubahan ini.
Undang-undang harus fleksibel beradaptasi dengan perubahan ini, oleh sebab itu tidak mungkin ada ketentuan hukum yang bersifat mutlak sejenis yang dapat mengakomodasi semua perubahan ini.
4. Beragamnya sistem hukum di berbagai negara
Setiap negara mempunyai sistem hukum yang berbeda-beda, dengan undang-undang yang ditetapkan sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip hukum yang berlaku di negara tersebut.
Oleh sebab itu, tidak mungkin ada ketentuan hukum yang bersifat mutlak sejenis untuk semua negara, karena nilai-nilai dan prinsip-prinsip hukum tersebut dapat berbeda secara signifikan.
Pada kesimpulannya, ketentuan UU Penghapusan KDRT tidak menunjukkan adanya hubungan hukum yang bersifat mutlak sejenis.
Hal ini disebabkan oleh keanekaragaman kasus KDRT, perlunya penilaian individual, perubahan konteks sosial dan budaya, serta keberagaman sistem hukum di berbagai negara.