Disamping itu, Indonesia telah menghasilkan produk-produk tepung lokal sebagai pengganti gandum yang harus terus diimpor oleh negeri ini.
Dari data Rektor IPB pada tahun 2010 impor gandum dari luar negeri berkisar empat juta ton, awal tahun 2023 sudah hampir 10 sampai 11 juta ton. Artinya ada peningkatan eksponensial dalam satu dekade terakhir.
"Nah, artinya apa, orang sudah beralih kepada produk impor. Sekarang tantangannya bagaimana pemerintah Indonesia ini harus memproteksi produk-produk lokal, agar produk lokal ini menjadi pilihan untuk substitusi gandum," tutur Rektor IPB.
Arif juga menyampaikan produk lokal yang bisa menjadi alternatif pengganti gandum banyak yaitu sagu, sukun, ganyong, sorgum dan banyak lagi yang butuh campur tangan perguruan tinggi melalui peningkatan produktifitas.
Permasalahannya produksi pangan Indonesia masih memiliki angka faktor kehilangan makanan (food lost) dan sampah makanan (food waste) yang cukup tinggi.
"'Food lost' kita ini 184 kilogram per tahun per kapita. Artinya apa? Pangan yang tercecer, pangan yang dibuang menjadi sampah," tutur Arif.
Perhitungan IPB agak berbedar dengan perhitungan FHO, namun yang jelas tingkat food lost Indonesia tergolong tinggi.
Baca Juga: Kemendikbudristek Memperbaharui Skema Matching Fund agar SMK Memenuhi Kebutuhan Industri
"Bahkan menurut FHO kita ini bahkan terbesar di dunia 300 kilogram per kapita per tahun setelah Arab Saudi dengan 400 kilogram per kapita per tahun. Tetapi hitungan kita (untuk Indonesia) 184 ton per kapita per tahun," jelas Rektor IPB.