IPB Punya 107 Varietas Padi Unggul dan Tanaman Pengganti Gandum, Tinggal Menunggu Pengaturan Pemerintah

- 10 Januari 2023, 07:57 WIB
LOGO Institut Pertanian Bogor (IPB). IPB Punya 107 Varietas Padi Unggul dan Tanaman Pengganti Gandum, Tinggal Menunggu Pengaturan Pemerintah
LOGO Institut Pertanian Bogor (IPB). IPB Punya 107 Varietas Padi Unggul dan Tanaman Pengganti Gandum, Tinggal Menunggu Pengaturan Pemerintah /DOK PIKIRAN RAKYAT /

INFOTEMANGGUNG.COM - Untuk menjawab tantangan krisis karena perubahan iklim Institut Pertanian Bogor (IPB) University telah memiliki 107 varietas padi dan tanaman-tanaman pengganti gandum sebagai solusi untuk peningkatan produksi pangan beras. 

Krisis yang disebabkan perubahan iklim dan perekonomian yang tidak stabil akibat perang Rusia dan Ukraina dijawab IPB dengan penemuan 107 varietas unggul padi dan tanaman pengganti gandum. 

Hal itu dikatakan oleh Rektor IPB Arif Satria ketika diwawancarai seusai laporan pertanggungjawaban rektor tahun 2017-2022 di IIIC Bogor. 

Baca Juga: Hasil Penelitian Fakultas Psikologi UGM: Generasi Muda Terjebak Hustle Culture karena Medsos

"Jadi, memang yang pertama, krisis pangan ini menjadi ancaman, karena apa, karena faktor perubahan iklim dan kedua adalah faktor geopolitik karena Rusia dan Ukraina," jelas Arif Satria di Bogor, Senin, 9 January 2023 seperti dikutip INFOTEMANGGUNG.COM dari Antara.

Menurut Rektor IPB itu dua faktor tersebut membuat kenaikan harga energi dan kenaikan harga pupuk sehingga mengancam ketersediaan pangan. 

Rektor IPB mengemukakan institutnya telah menganalisis bahwa hal ini akan berdampak pada ketersediaan pangan di Indonesia, terutama bahan pokok beras. 

Indonesia harus segera melakukan langkah-langkah kongkret demi meningkatkan produktifitas. 

"Sehingga cara yang baik untuk meningkatkan produktifitas, satu adalah teknologi varietas-varietas unggul dan IPB sudah punya 107 varietas unggul tadi saya sampaikan, untuk lahan kering, lahan sawah kita sudah bisa," ujar Arif. 

Disamping itu, Indonesia telah menghasilkan produk-produk tepung lokal sebagai pengganti gandum yang harus terus diimpor oleh negeri ini.

Dari data Rektor IPB pada tahun 2010 impor gandum dari luar negeri berkisar empat juta ton, awal tahun 2023 sudah hampir 10 sampai 11 juta ton. Artinya ada peningkatan eksponensial dalam satu dekade terakhir. 

Baca Juga: 50 Tahun Peringatan Kerja Sama Pendidikan Indonesia-Swiss, Dubes Kunz: Vokasi Memperkuat Perekonomian

"Nah, artinya apa, orang sudah beralih kepada produk impor. Sekarang tantangannya bagaimana pemerintah Indonesia ini harus memproteksi produk-produk lokal, agar produk lokal ini menjadi pilihan untuk substitusi gandum," tutur Rektor IPB. 

Arif juga menyampaikan produk lokal yang bisa menjadi alternatif pengganti gandum banyak yaitu sagu, sukun, ganyong, sorgum dan banyak lagi yang butuh campur tangan perguruan tinggi melalui peningkatan produktifitas. 

Permasalahannya produksi pangan Indonesia masih memiliki angka faktor kehilangan makanan (food lost) dan sampah makanan (food waste) yang cukup tinggi. 

"'Food lost' kita ini 184 kilogram per tahun per kapita. Artinya apa? Pangan yang tercecer, pangan yang dibuang menjadi sampah," tutur Arif. 

Perhitungan IPB agak berbedar dengan perhitungan FHO, namun yang jelas tingkat food lost Indonesia tergolong tinggi.

Baca Juga: Kemendikbudristek Memperbaharui Skema Matching Fund agar SMK Memenuhi Kebutuhan Industri

"Bahkan menurut FHO kita ini bahkan terbesar di dunia 300 kilogram per kapita per tahun setelah Arab Saudi dengan 400 kilogram per kapita per tahun. Tetapi hitungan kita (untuk Indonesia) 184 ton per kapita per tahun," jelas Rektor IPB. 

Tidak Presisi 

Menurut Arif, penyebab masalah food lost dan food waste tinggi ialah panen yang tidak presisi, untuk beras, gabah yang tercecer itu mencapai 11%, kemudian ketika masuk di penggilingan padi, gabah yang rusak sekian persen lagi. Hal ini perlu dibenahi. 

Selanjutnya yang kedua perlu ada revitalisasi penggilingan padi agar dapat meningkatkan ketersediaan pangan secara nasional. 

Dengan demikian, lanjutnya, jika angka 11% tercecer menjadi hanya 5% berarti minimal ada tambahan 6% cadangan pangan beras Indonesia yang luar biasa. 

Yang ketiga diperlukan segera pendampingan petani, sebab varietas baru membutuhkan teknik baru dan teknologi baru membutuhkan teknologi budidaya baru serta perubahan iklim membutuhkan cara adaptasi baru. 

"Jadi, saya masih optimis (masalah), pertanian kita masih bisa kita atasi dengan cara tadi (mengatasi food lost dan food waste," kata Rektor IPB. 

Pemerintah harus bekerja sama dengan Perguruan Tinggi dan segera mengambil tindakan untuk mengamankan ketersediaan pangan negara.***

Editor: Rian Dwi Atmoko

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x