“Gratifikasi itu nerima hadiah karena mungkin ada kepentingan. Bagaimana cara mengelolanya? Laporkan!,” tegas Ganjar.
Cara melaporkan tindakan tersebut yakni melalui unit pengelola gratifikasi di KPK. Nantinya Kades akan kita bimbing dan kita dorong mulai dari bupati dan Forkopimda.
“Intinya apa? Supaya pelayanan publiknya semakin bagus, transparan, dan akuntabel,” tegasnya lebih lanjut.
Pada penyuluhan itu pula Ketua Dewan Pembina DPP Papdesi juga menantang seluruh kepala desa atau kades di wilayah Kabupaten Pati untuk mewujudkan Desa Antikorupsi di masing-masing desanya.
“Di Jawa Tengah yang sudah dicoba satu kabupaten satu, sekarang mau saya coba seluruh Kabupaten Pati, para petinggi atau kadesnya, itu betul-betul menjadi Desa Antikorupsi. Contohnya sudah ada, maka dengan cara itu harapan kita bisa berjalan,” tandasnya.
Gerakan Desa Antikorupsi di Kabupaten Pati diawali dengan acara simbolis penempelan stiker yang bertuliskan “STOP GRATIFIKASI. Terima kasih Anda tidak memberikan suap atau gratifikasi kepada pegawai kami,” stiker tersebut di tempel oleh Ganjar di kendaraan Bupati, Sekda, dan Kades.
Sebagai tambahan informasi, Jawa Tengah sudah memiliki 29 desa yang aktif dalam gerakan Desa Antikorupsi yang tersebar di 29 kabupaten. Salah satunya Desa Banyubiru, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah menjadi contoh nasional gerakan Desa Antikorupsi.***