"Kami juga sedang mendalami kenapa pendukung dan penonton yang tidak puas (berubah) begitu beringas sampai (harus) dikeluarkan gas air mata. Tetapi upaya gas air mata itu sebelumnya (sudah) didahului dengan imbauan terlebih dahulu. Tolong dipahami. Kita semua tidak menginginkan," ujar Nico pada Minggu 2 Oktober 2022 seperti dikutip INFOTEMANGGUNG.COM dari Antara.
Nico mengajak semua pihak bersama merampungkan penanganan korban dulu baru menginvestigasi kejadian guna menuntaskan penanganan kericuhan yang menyebabkan jatuhnya 153 korban tewas tersebut.
Baca Juga: Kronologi Tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022, Terkini 127 Orang Dinyatakan Meninggal Dunia
Mulanya kericuhan terjadi di Stadion Kanjuruhan setelah laga Arema FC dan Persebaya selesai. Ratusan Aremania masuk ke lapangan sambil melempar barang dan mengejar pemain. Mereka kecewa sebab Arema dikalahkan Persebaya 2-3.
Petugas kepolisian sigap mengamankan para pemain. Tetapi amarah supporter tidak terbendung dan saling dorong dengan aparat.
Aparat kewalahan menghalau Aremania. Asap putih gas air mata mulai mengepul. Banyak penonton yang pingsan termasuk anak-anak dan perempuan.
Tak terima, sebagian pendukung membakar sejumlah kursi dan merusak mobil polisi yang ada di dalam maupun luar stadion.
Korban yang pingsan lantas dievakuasi tenaga medis dan aparat.
Sebenarnya, aturan FIFA, organisasi sepak bola dunia, tidak memperbolehkan petugas mengendalikan kerusuhan menggunakan gas air mata.