Membuat Puisi dari Cerpen (Transformasi) Malaikat Juga Tahu, dengan Unsur Fisik dan Unsur Batin

- 25 Januari 2024, 13:54 WIB
Membuat Puisi dari Cerpen (Transformasi) Malaikat Juga Tahu, dengan Unsur Fisik dan Unsur Batin
Membuat Puisi dari Cerpen (Transformasi) Malaikat Juga Tahu, dengan Unsur Fisik dan Unsur Batin /pexels.com/asya vlasova/

“Kalau perlu kalian harus sembunyi-sembunyi seumur hidup!” balas Bunda lebih tegas

“Ini tidak adil, ini tidak masuk akal...” protes anaknya lagi.

“Jangan bicara soal adil dan masuk akal. Aturan kamu, aturan kita. Tidak berlaku bagi dia....” desis Bunda. “Kamu tidak tinggal dirumah ini. Kamu tidak mengenalnya seperti Mami.

Satu hari, pernah ada anak kos yang jahil. Dia menyembunyikan satu dari seratus sabun koleksi Abang. Bunda sedang pergi ke pasar waktu. Abang mengacak-acak satu rumah, lalu pergi minggat demi mencari sebatang sabunnya yang hilang. Tiga mobil polisi menelusuri kota mencari jejaknya.

Baru sore hari ia ditemukan disebuah warung. Ada sabun yang persis sama dipajang di etalase dan Abang langsung menyerbu masuk untuk mengambil. Penjaga warung menelepon polisi karena tidak berani mengusir sendiri.

Kejadian itu mengharuskan Abang diterapi selama beberapa bulan di rumah sakit dan diberi obat-obat penenang, Bunda tahu betapa anaknya membenci rumah sakit, dan obat-obatan itu hanya membuat otaknya rapuh. Tak ada yang memahami bahwa seratus sabun adalah syarat bagi anaknya untuk beroleh hidup yang wajar.

“Kamu harus kemari setiap malam minggu. Tidak bisa tidak,” kata Bunda pada perempuan itu. “Dan selama kalian dirumah ini, kalian tidak boleh keliatan seperti kekasih. Buat kalian mungkin tidak masuk akal. Tapi hanya dengan begitu Abangmu bisa bertahan.”

Selepas berbicara dengan Bunda, mereka berbicara berdua. Mereka sepakat untuk selama-lamanya pergi dari rumah itu. Tidak mungkin mereka terpenjara setiap minggu disana. Mereka menolak menjadi bagian dari ritual menjerang air, cuci baju, dan seratus sabun.

Di pekarangan dengan tinggi rumput seragam, perempuan itu mengucapkan selamat tinggal di dalam hati. Persahabatan yang luar biasa ternyata mensyaratkan pengorbanan diluar kesanggupannya. Perempuan itu mengucap maaf berulang kali dalam hati.

Sejenak lagi, malam minggu terakhir mereka usai.

Halaman:

Editor: Mariyani Soetrisno

Sumber: Buku.kemdikbud.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah