Perbuatan seperti menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan atau identitas gender korban juga termasuk di dalam PMA.
Jubir Kemenag, Anna Hasbie, mengatakan bahwa semua ucapan yang mengandung rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang berkonotasi atau bernuansa seksual bisa dikategorikan sebagai kekerasan seksual
“Siulan bernuansa seksual yang membuat korban menjadi tidak nyaman menurut saya sudah merupakan definisi tertentu. Dalam kasus kekerasan seksual, perspektif korban itu penting,” imbuh Anna ketika dihubungi secara terpisah.
Baca Juga: Kemenag Targetkan Juknis PPG Madrasah Rampung Akhir 2022, Ternyata Kuotanya
Menurutnya, siulan dengan nuansa seksual bisa disamakan dengan ‘cat calling’.
PMA ini memiliki sifat perspektif korban. Jadi ketika seseorang merasa tidak nyaman atas siulan, tatapan, atau perkataan verbal yang menjurus pada hal-hal seksual, maka korban bisa melaporkannya.
Contohnya, seperti dimuat dalam Pasal 5 Ayat 2 PMA ini, ketika ada seseorang mengirimkan pesan berisi hal-hal tidak senonoh padahal korban sudah melarang, maka ini termasuk dalam kekerasan seksual.
Anna juga mengatakan jika siapa saja yang merasa telah mendapat perlakuan pelecehan seksual dapat mengambil langkah tegas karena PMA sudah mengatur tentang hal ini.