Rangkuman Materi Modul 1 1. Kesimpulan dan Refleksi Filosofi Pemikiran Ki Hajar Dewantara dengan Refleksi Guru

16 Mei 2023, 09:01 WIB
Rangkuman Materi Modul 1.1. Kesimpulan dan Refleksi Filosofi Pemikiran Ki Hajar Dewantara dengan Refleksi Guru /tangkapanlayaryoutube/ruangbelajarchannel

INFOTEMANGGUNG.COM - Tulisan ini anatara lain mendalami rangkuman materi Modul 1.1. Kesimpulan dan Refleksi Filosofi Pemikiran Ki Hajar Dewantara dengan refleksi guru
secara pribadi.

Sejatinya pendidikan adalah untuk menciptakan manusia yang mencintai nilai-niai kemanusiaan dan universal. Inilah konsepsi pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara tentang tujuan pendidikan "Pendidikan (opvoeding) memberi tuntunan (menuntun) terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat " (KHD, 2009)

Baca Juga: Rangkuman Modul 1.2. Guru Penggerak: Profil Pelajar Pancasila, Nilai, dan Peran, Diagram Identitas Gunung Es

Rangkuman materi Modul 1.1. Kesimpulan dan Refleksi Pemikiran Filosofi Ki Hajar Dewantara ada 4 materi yaitu:

1.1. Refleski filosofi pendidikan Ki Hajar dewantara

1.2. Nilai dan Peran guru penggerak

1.3. Visi guru penggerak

1.4. Budaya Positif

Pada rangkuman materi Modul 1.1. Kesimpulan dan Refleksi Filosofi Pemikiran Ki Hajar Dewantara kita akan membahas Refleski filosofi pendidikan Ki Hajar dewantara saja beserta refleksi dari guru masa kini di dalam menerapkan dan meneladani ajaran
Ki Hajar Dewantara.

Refleski filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara

Pendidikan merupakan tuntunan, penunjuk jalan (guidance) ataupun bimbingan terhadap segala kodrat atau potensi yang dimiliki anak supaya selamat dan bahagia sebagai pribadi maupun anggota masyarakat.

Supaya anak mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya sebagaimana tujuan pendidikan tersebut, pendidik harus memahami dan menyadari potensi bawaan dan keadaan zaman anak atau dalam Bahasa KHD kodrat alam dan kodrat zaman agar dapat dikembangkan dalam menuntun anak.

Kodrat alam kaitannya dengan "sifat" dan "bentuk" lingkungan di mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berhubungan dengan "isi" dan "irama"

Elaborasi Ki Hajar Dewantara, pendidikan terkait kodrat alam dan kodrat zaman sebagai berikut:

"Di dalam melakukan pembaharuan yang terpadu, hendaknya selalu diingat bahwa segala kepentingan anak-anak didik, baik mengenai hidup diri pribadinya maupun hidup kemasyarakatannya, jangan sampai meninggalkan segala kepentingan yang berhubungan dengan kodrat keadaan, baik pada alam maupun zaman.

Sementara itu, segala bentuk, isi dan wirama (yakni cara mewujudkannya) hidup dan penghidupannya seperti demikian, hendaknya selalu disesuaikan dengan dasar-dasar dan asas-asas hidup kebangsaan yang bernilai dan tidak bertentangan dengan sifat-sifat kemanusiaan" (KHD, 2009, hal. 21)

Poin yang dipahami: pendidik dalam proses pendidikan dan pembelajaran mesti menjadikan kodrat alam sebagai alaram (ring bell) saat mengambil sebuah keputusan atau tindakan.

Kodrat alam ialah keunikan anak, bakat dan minat, gaya belajar, kemampuan menyerap pelajaran, kecenderungan anak, kultur anak, keadaan lingkungan anak berinteraksi dll.
Kodrat anak lainnya adalah selalu ingin merdeka sejak dari kandungan, menangis bila kehausan, hingga jiwa merdeka saat dewasa.

Sedangkan kodrat zaman ialah selalu maju menyesuaikan dengan kemajuan alam dan zaman (tijd en ruimte) seiring dengan olah budaya manusia.

Refleksi Guru: Sesudah mempelajari rangkaian kegiatan pada modul 1.1 yakni Refleksi Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara, hal yang dapat saya renungkan dan resap adalah bagaimana pengertian yang sering kabur antara Pendidikan dan pengajaran dapat saya mengerti lebih jelas.

Pendidikan dapat diartikan sebagai tempat persemaian benih-benih kehidupan agar dapat tumbuh sesuai kodratnya untuk mencapai kebahagian yang setinggi-tingginya sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat.

Sedangkan pengajaran adalah bagian dari Pendidikan, dimana pengajaran merupakan penyampaian pengetahuan untuk mempertajam akal mereka sehingga dapat menumbuhkan pemikiran-pemikiran yang kritis.

Pemikiran tersebut mendorong laku, yang akhirnya menjadi kebiasaan sehingga terbentuknya budi pekerti yang luhur serta berbudaya.

Perubahan dari pikiran ataupun perilaku saya setelah mempelajari modul ini adalah menjadi pribadi yang lebih dapat mengerti dan memahami perasaan murid, menjadi pribadi yang lebih penyabar, dan ketika pada puncak emosi dapat meredam dengan mengingat filosifi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara yaitu mengabdi pada anak, yaitu memberikan yang terbaik setulus hati, seikhlas-ikhlasnya membimbing mereka untuk menebalkan laku yang baik yang ada pada diri mereka.

Membimbing artinya mengarahkan agar murid dapat mempertajam akal pikiran mereka, sehingga laku-laku negatif yang ada di dalam dirinya dapat tersamarkan.

Sebagai guru saya adalah pembimbing mereka, bukan perubah mereka, mendidik sesuai kodrat yang ada pada diri mereka, menumbuhkan rasa kasih sayang, tolong menolong,
saling menghargai antar sesama, serta dapat menghormati yang lebih tua.

Penerapan 5S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun) dipakai untuk membimbing agar dapat membentuk dirinya sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman dengan tetap memperhatiakan kultur local sosial budaya yang ada di tempat saya tinggal.

Baca Juga: Rangkuman Modul 2 3 Guru Penggerak Coaching, Ringkas tapi Lengkap Poin-poin Pentingnya

Agar pembelajaran menjadi lebih baik dan mencerminkan filosofi pemikiran Ki Hadjar Dewantara penerapannya adalah selalu menyelipkan budaya lokal tempat mereka berada saat ini, tanpa melupakan budaya asal mereka lahir dan dibesarkan.

Semua budaya mengajarkan pada kearifan hirud serta kebijaksanaan, dimana hasil dari cipta, rasa dan karsa murid yang berbudi luhur dan berbudaya bisa menghantarkan mereka menuju kebahagaiaan yang setinggi-tingginya sebagai manusia dan anggota masyarakat.

Di dalam hal ini keteladanan sebagai seorang guru tentu bisa menjadi contoh bagi mereka. Guru menawarkan rangkulan dan bantuan dalam menyelesaikan masalah hidup yang murid hadapi supaya pendidikan dapat menghantarkan murid menjadi manusia yang seutuhnya bersumber dari dorongan dirinya sendiri, tanpa dipaksa orang lain.

Tahun 1920, berdirinya Taman Siswa oleh Ki Hadjar Dewantara menjadi salah satu gerbang emas kemerdekaan dan kebudayaan bangsa Indonesia. Pendidikan yang awalnya hanya ditujukan bagi sekelompok golongan dengan tujuan kepentingan Kolonial Hindia Belanda, dialihkan menjadi pendidikan yang bisa diakses oleh semua orang.

Taman siswa memaknai motode Montessori dan metode Frobel. Metode Montessori adalah pendidikan dengan mementingkan panca indera yang memakai beberapa alat untuk latihan, tetapi mengesampingkan permainan.

Sementara itu Metode Frobel mengutamakan kegembiraan anak lewat permainan yang menyenangkan, dengan sedikit mengesampingkan panca indra sebagai konsentrasi pembelajaran. Taman siswa yang didirikan oleh KHD memaknai pelajaran panca indra dan permainan itu adalah satu hal yang tidak bisa dipisahkan dimana secara kodrat Tuhan Yang Maha Esa telah memperlengkapi segala tingkah laku dan segala kehidupan anak dengan segala alat-alat untuk mendidik anak.

Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa “Pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat”. Ini berarti pendidikan adalah fondasi penting bagi terciptanya peradaban suatu bangsa.

Untuk itu pemaknaan akan arti pendidikan menjadi hal yang penting bagi para pendidik.

Pendidikan adalah tuntunan kodrat anak

Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan dan pengajaran tidak dapat dipisahkan. Pengajaran merupakan proses memberikan ilmu untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin, sementara pendidikan menuntun kekuatan kodrat anak.

“Maksud pendidikan itu adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, supaya mereka bisa mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat.”

Pendidik diibaratkan seperti petani dalam menuntun sesuai kodrat anak. Petani merawat, menyiram, dan memberi pupuk pada tanaman. Walaupun pertumbuhan tanaman dapat dijaga, namun petani tidak dapat mengganti kodrat dari tanaman tersebut.

Jika kodratnya adalah padi, maka hasilnya pun akan menjadi padi. Demikian juga dengan murid, pendidik tidak dapat mengubah kodrat murid, melainkan “hanya” menuntun tumbuhnya untuk memperbaiki laku hidupnya.

Menuntun tidak dapat dilakukan secara paksa. Menuntun menurut KHD adalah mendorong anak menemukan kemerdekaan belajar. Manusia merdeka ialah manusia yang hidupnya lahir atau batin tidak tergantung kepada orang lain, akan tetapi bersandar atas kekuatan sendiri.

Misalnya membuang sampah pada tempatnya. Anak yang sudah merdeka, motivasi membuang sampah pada tempatnya berasal dari diri sendiri, bukan paksaaan orang lain.

Proses menuntun, dapat dilakukan dengan 3 semboyan KHD, yaitu:

“Ing Ngarsa Sung Tuladha” di depan, pendidik menjadi teladan bagi murid.

Contoh dalam hal membuang sampah dengan benar, guru menjadi contoh dengan membuang sampah pada tempatnya.

“Ing Madya Mangun Karsa” di tengah-tengah, pendidik membangun semangat murid.

Contohnya saat ada murid yang membuang sampah tidak pada tempatnya, guru mengingatkan murid itu.

“Tut Wuri Handayani” di belakang, pendidik memberi dorongan bagi murid.

Contoh guru memberi dorongan bagi siswa untuk mengolah sampah menjadi barang yang berguna.

“Menuntun” yang dimaksud oleh KHD jika direfleksikan ke dalam pendidikan abad 21 ini, adalah pendidik perlu mengarahkanmurid untuk melakukan kolaborasi, berpikir kritis-reflektif, mengkomunikasikan segala sesuatu, menggerakkan siswa untuk kreatif, dan inovatif.

Maksud dari kata selamat dan bahagia ialah menuntun siswa untuk mewujudkan student wellbeing.

Kodrat Alam dan Kodrat Zaman

Menuntun kodrat anak juga perlu disesuaikan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berhubungan dengan lingkungan fisik maupun sosial di mana anak berada.

Kodrat zaman berkaitan dengan kondisi zaman saat anak bertumbuh. Kodrat alam di daerah Surabaya, Indonesia berbeda dengan daerah Papua.

Proses menuntun kodrat anak akan lebih maksimal jika disesuaikan dengan kondisi alam tempat anak tinggal dan juga kondisi sosio-kulturalnya.

Sosial-budaya, serta norma-norma yang ada di lingkungan alam anak tinggal menjadi kodrat anak yang perlu dituntun dan ditebalkan.

Dalam prosesnya murid akan bertemu juga dengan kebudayaan-kebudayaan lain saat ia berpindah tempat.

Ki Hajar Dewantara mengingatkan supaya waspada dan mencari barang-barang yang bermanfaat untuk kita, yang bisa menambah kekayaan kita dalam hal kultur lahir atau batin.

Tidak sekedar meniru. Barang baru yaitu budaya asing yang kita temui dilaraskan lebih dahulu. Potensi sosio-kultural alam tempat tinggal anak bisa dijadikan sumber belajar yang bermakna.

Cara belajar dan interaksi anak perlu disesuaikan dengan tuntutan zaman (kodrat zaman). Kecakapan hidup abad 21 diperlukan guna menyongsong kehidupan berkelanjutan anak sebagai anggota masyarakat.

Diperlukan 4C (critical thinking and problem solving, creative thinking, collaborative, dan communication) dengan memanfaatkan tekhnologi informasi dalam proses pendidikan.

Sarana dan prasarana di sekolah diupayakan untuk menunjang proses pendidikan yang sesuai dengan tuntutan zaman. Contoh tersedianya internet, komputer, dan sumber belajar penunjang lainnya.

Tambo Pendidikan

Pendidikan holistik diperlukan untuk menumbuhkan sikap bijaksana pada anak. Pada perumpamaandisebutkan dari modul dasar-dasar pendidikan KHD, tambo pendidikan diibaratkan pengukir kayu yang akan membuat ukiran kayu terbaiknya.

Guna membuat ukiran kayu yang baik, pengukir kayu perlu memahami ilmu tentang kayu, jenis-jenis kayu, mengerti tentang keindahan ukiran, dan pengetahuan mengenai beragam jenis ukiran baik zaman sekarang atau dahulu, di negeri sendiri maupun asing.

Pendidik perlu mempelajari ilmu pendidikan yang terdiri dari: ilmu hidup batin manusia, ilmu hidup jasmani manusia, ilmu kesopanan, ilmu keindahan, dan ilmu tambo pendidikan. Memahami anak secara utuh adalah tugas seorang pendidik.

Pendidik juga perlu menyesuaikan “konteks diri anak” saat menuntun anak sesuai kodratnya.
Sesuai konteks diri anak maksudnya ialah menyesuaikan dengan usia anak, yakni masa kanak-kanak (Wiraga, 0-8 tahun), masa intelektual (Wiraga – Wirama, 8-16 tahun), dan masa sosial (Wirama, 16-24 tahun).

Dengan pendidikan yang sesuai konteks diri anak, proses menuntun anak sesuai kodratnya menjadi lebih tepat.

Budi Pekerti

Menurut convergentie-theorie, anak diibaratkan seperti kertas yang sudah berisi penuh dengan coretan namun masih samar-samar.

Tugas pendidik adalah menuntun anak untuk menebalkan garis tersebut. Garis diibaratkan sebagai tabiat-tabiat yang ada pada anak.

Apabila tabiat buruk, maka pendidik perlu tetap menuntunnya agar tetap samar-samar. Menurut teori ini, watak manusia dibagi menjadi dua yaitu intelligible dan biologis.

Intelligible adalah hal yang bisa berubah, sementara biologis merupakan perasaaan yang tidak bisa berubah, contohnya rasa penakut, rasa malu, dll.

Anak berubah menjadi pemberani karena rasa penakutnya sudah tersamarkan oleh kecerdasan pikirannya.

Watak intellegible memang dapat menutupi kekurangan yang dimiliki pada watak biologis, tetapi KHD mengatakan bahwa dengan menguasai diri, seseorang akan bisa mengalahkan tabiat-tabiat yang tidak baik itu.

Oleh sebab itu, menguasai diri adalah tujuan dari pendidikan. Penguasaan diri tersebut muncul dalam hal budi pekerti. Seseorang yang memiliki budi pekerti, memiliki keseimbangan antara pikiran (cipta), perasaaan (rasa), dan kemauan (karsa) yang terwujud dalam tenaga (pekerti).

Kesempurnaan budi pekerti akan membawa anak dalam kebijaksanaan. Perlu adanya pendidikan yang holistik untuk memunculkan budi pekerti di siswa.

Pada hal ini peran keluarga menjadi fondasi penting dalam pertumbuhan budi pekerti anak. Sekolah dan orangtua perlu bekerjasama untuk menumbuhkan karakter anak.

Pendidikan yang Memandang Anak dengan Rasa Hormat

“Bebas dari segala ikatan, dengan suci hati mendekati sang anak, bukan untuk meminta suatu hak, melainkan untuk berhamba pada sang anak.” (Ki Hadjar Dewantara, 1922).
Hal ini berarti semua hal yang dilakukan pendidik, orientasinya adalah murid. Murid sebagai tokoh utama dalam pendidikan. Oleh sebab itu, seharusnya tidak ada lagi kekerasan dalam dunia pendidikan yang dilakukan oleh pendidik.


Seorang pendidik layaknya orangtua bagi anak yang mendidik dengan memberikan rasa aman, nyaman, dan penuh kasih sayang dengan rasa hormat.

Refleksi perubahan guru atas rangkuman materi Modul 1.1.

Sesudah mempelajari modul ini, saya merasa yakin bahwa panggilan menjadi guru adalah tugas yang mulia. Guru menentukan peradaban suatu bangsa.

Seperti tertulis “Barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil yang percaya ini, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia dibuang ke dalam laut.”

Menjadi guru yang baik bukanl hal mudah, sebab apabila saya mengajarkan hal yang tidak benar, saya bisa menghancurkan peradaban bangsa ini.

Oleh sebab itu guru harus selalu menjadi pembelajar sepanjang hayat, menyesuaikan dengan kodrat alam dan zaman dimana saya ada untuk mendidik murid secara holistik dan kontekstual.

Baca Juga: Rangkuman Modul 2.2 Guru Penggerak: Pembelajaran Sosial Emosional

Saya belajar dan mengajar dengan memakai berbagai sumber, terutama dalam keilmuan yang saya ajarkan yakni menjadi guru matematika.

Saya bersyukur mempunyai rekan-rekan guru yang baik dan saling mendukung. Di sekolah, guru rutin mengadakan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) tiap minggu untuk membahas persiapan mengajar, berbagi praktik baik di kelas, ataupun meminta ide atau pendapat rekan-rekan guru.

Dalam penerapan “pembelajaran yang berpihak kepada murid” di kelas matematika, kami melakukan diskusi mengenai bentuk pembelajaran yang sesuai.

Kami memilih melakukan pembelajaran cooperative learning, melibatkan siswa untuk diskusi dalam kelompok, melakukan presentasi, serta pemanfaatan tekhnologi informatika untuk menyesuaikan dengan kodrat zaman siswa.

Dari pengalaman mengajar suatu model, saya mencoba menerapkan filosofi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara, yaitu menerapkan pembelajaran sesuai kodrat zaman anak.

Pembelajaran dirancang untuk memanfaatkan Teknologi Informasi serta mengajarkan mengenai kecakapan hidup abad 21 yaitu 4C (critical thinking and problem solving, creative thinking, collaborative, dan communication).

Pada proses pembelajaran dalam kelompok ada kesempatan untuk menumbuhkan budi pekerti siswa, yakni dalam hal pikiran, perasaan, kemauan, yang menghasilkan suatu tenaga.

Ada sikap untuk saling bekerjasama dan menguatkan, kreatifitas, menumbuhkan rasa kepedulian dan percaya diri, serta sikap santun dalam bertanya.

Pastinya penerapan 5S juga terus diupayakan selama dalam proses pembelajaran, yaitu senyum, salam, sapa, sopan, dan santun.

Sesudah memahami modul 1.1 ini saya dikuatkan untuk terus belajar menjadi guru yang merdeka belajar, berkolaborasi bersama murid maupun rekan guru untuk menggali dan mengembangkan potensi siswa dan menyesuaikan dengan kodrat masing-masing siswa untuk mewujudkan student Wellbeing.

Demikian rangkuman materi Modul 1.1. Kesimpulan dan Refleksi Filosofi Pemikiran Ki Hajar Dewantara dengan refleksi guru secara pribadi. Semoga bermanfaat.***

Editor: Mariyani Soetrisno

Sumber: ayoguruberbagi.kemdikbud.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler