Baca Juga: Tiga Tahun PRMN Bersama dan Bermakna, Teguh dalam Kolaborasi dan Cergas di Jagat Maya
Misalnya saja pada saat Prabowo Subianto beroposisi dengan Jokowi. Tujuannya adalah untuk memperoleh kekuasaan.
“Saya beroposisi dengan Jokowi, Prabowo juga beroposisi. Motif kita beda. Prabowo ingin dapatkan kekuasaan, beropisisi ingin menggantikan Jokowi,” ujar Rocky.
Sementara itu, Rocky beroposisi dengan Jokowi bukan karena ingin menggantikan Jokowi, melainkan ingin supaya Jokowi bertindak benar dalam memimpin pemerintahan.
Ketidakpahaman publik terhadap motif pelaku politik juga bukan tanpa sebab. Salah satu faktornya adalah lantaran pelaku politik tidak mengeksplisitkan motif mereka.
Baca Juga: Jokowi dan Prabowo Kembali Pamer Kemesraan dengan Duduk Satu Mobil, Fotografer Prabowo: Kode Keras!
Kasusnya hampir mirip seperti yang terjadi pada Lanyalla Mattaliti yang dikira akan menjadi semacam pemimpin revolusi. Namun, ketika ia selip sedikit dan seolah-olah pro-Jokowi, orang-orang marah.
“Fanatisme ini yang bahaya sebetulnya. Kalau fanatisme boleh, ya boleh toh nggak ada berhubungan apa-apa dengan masa depan,” ucap Rocky.
Akan tetapi, ketika membahas tentang seseorang yang harus diasingkan dari diskusi yang bersih, maka tidak boleh fanatik.
Jangan anggap ketika tokoh politik yang didukung sebagai calon presiden akan benar-benar menjadi presiden.