Ribut-Ribut Pasal Penghinaan Presiden di RKHUP, Wamenkumham: Yang Dilarang Penghinaan Bukan Kritik

10 Desember 2022, 15:08 WIB
Ribut-Ribut Pasal Penghinaan Presiden di RKHUP, Wamenkumham: Yang Dilarang Penghinaan Bukan Kritik /Instagram/lilynumali/

INFOTEMANGGUNG.COM – Pengesahan RKUHP menimbulkan banyak sorotan dan protes. Salah satu pasal yang menjadi sorotan adalah tentang penghinaan terhadap pemerintah dan Lembaga negara.

Awalnya, RKHUP ini akan dibentuk pada 2019 namun karena banyak protes dari masyarakat, akhirnya pembentukan ini ditunda. Namun pada 2022 ini, RKHUP ini akhirnya disahkan

Dalam pasal 218 hingga 220 RKHUP yang baru, penghinaan terhadap presiden dan wapres bisa dikenai ancaman hingga maksimal 3,5 tahun penjara.

Bahkan jika penghinaan dilakukan melalui media elektronik, ancaman hukuman bisa mencapai 4,5 tahun.

Dijelaskan oleh Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly bahwa pasal yang mengatur soal penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara ini karena saat ini masyarakat menjadi sangat liberal.

Ketika menggelar rapat kerja pada bulan Juni lalu, Yasona mengatakan jika kebebasan yang terlalu bebas justru bisa menimbulkan anarki.

“Saya kira kita menjadi sangat liberal kalau membiarkan. Di beberapa negara itu hal yang lumrah. Enggak bisa kalau kebebasan sebebas-bebasnya, itu bukan kebebasan, itu anarki,” kata Yasonna pada Rabu, 9 Juni 2021 lalu.

Baca Juga: Suara Gen Z dalam Pemilu 2024, Jocelyn Valencia: Kami Tidak Suka Diremehkan

Pengamat pun mengutarakan pendapatnya terkait pasal penghinaan pemerintah dan lambing negara ini. Khususnya kepada pasal yang mengatur penghinaan presiden dan wapres.

Menanggapi hal ini, Jubir Sosialisasi RHKUP Albert Aries ikut angkat bicara dengan menjelaskan soal narasi di Pasal 218-220 RKHUP ini.

Albert mengatakan jika anggapan tentang ketika seseorang akan langsung dipenjara ketika menyampaikan kritik kepada pemerintah adalah keliru.

Menurutnya, masyarakat harus bisa membedakan antara kritik dan penghinaan. Di pasal 218-220 mengatur tentang penyerangan harkat dan martabat dari Presiden/Wapres dan sudah diuraikan dalam rapat dengar di Komisi III DPR.

Sementara itu, tanggapan juga datang dari Wamenkumkan Edward Omar Sharif Hiariej atau yang biasa disapa Eddy. Ia mengatakan jika yang dilarang itu adalah penghinaan dan bukan kritik.

Ia melanjutkan kalau kritik bersifat konstruktif dan mungkin akan memberikan suatu alternatif atau solusi dan dilakukan dengan cara yang objektif.

Wamenkumham juga mengatakan jika RKHUP justru menghapus pasal karet yang berkaitan dengan kebebasan berpendapat khususnya yang menyangkut UU ITE.

Baca Juga: Bamsoet Sebut Pemilu 2024 Perlu Dipikirkan Ulang, Rocky: Upaya Perpanjang Masa Jabatan Jokowi Memang Ada

Justru, RKHUP ini adalah kabar baik bagi demokrasi dan kebebasan berpendapat. Pasalnya, di RKHUP yang baru terdapat penghapusan pasal pencemaran nama baik dan penghinaan yang tadinya ada di UU ITE.

Masyarakat diharapkan tidak terpancing isu-isu yang berkaitan dengan kebebasan berpendapat. Wamenkumham mengimbau masyarakat menyampaikan pendapatnya melalui mekanisme yang benar.***

Disclaimer: INFOTEMANGGUNG.COM tidak mengijinkan artikel dicopy paste atau dilakukan sindikasi dengan alasan apapun.

 

Editor: Kun Daniel Chandra

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler