Cerita Rakyat Legendaris Rawa Pening Di Jawa Tengah Yang Wajib Dilestarikan

- 4 Oktober 2022, 19:25 WIB
Cerita Rakyat Legendaris Rawa Pening Di Jawa Tengah Yang Wajib Dilestarikan
Cerita Rakyat Legendaris Rawa Pening Di Jawa Tengah Yang Wajib Dilestarikan /Youtube Dongeng Tanah Jawa/


INFOTEMANGGUNG.COM - Jaman dulu ada sebuah dusun namanya dusun Ngasem. Dusun ini berada dalam suatu lembah di antara Gunung Merbabu dengan Telomoyo. Di situ menetap sepasang suami istri namanya Ki Bantai dan Nyai Selakanta.

Pasangan suami istri ini dikenali sebagai individu yang menyukai membantu dan baik hati. Oleh karenanya mereka benar-benar disegani warga sekitaran. Namun hidup mereka belum komplet karena mereka masih tidak juga memiliki anak.

Baca Juga: Kisah Nyi Roro Kidul, Ratu Pantai Selatan Yang Sangat Terkenal

Sampai satu hari, Nyai Selakanta kelihatan duduk termenung di muka tempat tinggalnya seorang diri. Menyaksikan hal itu, Ki Bantai selanjutnya mendekati istrinya itu dan ambil tempat duduk dari sisi si istri.

Waktu itu, Nyai Selakanta lalu sampaikan kemauannya ke si suami. Dia benar-benar ingin mempunyai anak. Dia sampai teteskan air mata saat sampaikan kemauannya itu ke si suami.

Ki Bantai yang dengar keluh kesah istrinya itu selanjutnya minta ijin ke si istri untuk bertapa. Mungkin dari bertapa, dianya akan mendapatkan wangsit. Esok harinya, Ki Bantai pergi ke lereng Gunung Telemoyo untuk memulai pertapaannya.

Sepanjang bertapa, Nyai Selakanta menanti si suami dengan sabar. Namun, bulan untuk bulan telah terlintasi dan si suami tidak juga pulang. Sampai satu hari, Nyai Selakanta berasa muntah dan mual.

Dia berpikiran jika dianya sedang hamil dan rupanya apa yang dibenaknya itu betul. Makin hari perutnya makin jadi membesar sampai datang waktunya dia melahirkan. Namun saat melahirkan, Nyai Selakanta benar-benar kaget karena yang dilahirkan ialah satu ekor naga.

Anak itu selanjutnya dinamakan Baru Klinthing yang diambil dari nama tombak punya suaminya. Nama Baru datang dari bra yang maknanya turunan Brahmana. Brahmana ini sebagai seorang resi yang posisinya semakin tinggi dari pendeta. Sementara nama Klinthing memiliki arti lonceng.

Baca Juga: Cerita Dongeng Pasundan: Si Kabayan Dan Nyi Iteung

Walau berbentuk satu ekor naga, tetapi Baru Klinthing dapat bicara semestinya manusia. Tetapi di lain sisi Nyai Selakanta berasa malu karena melahirkan satu ekor naga. Pada akhirnya dia punya niat bawa Baru Klinthing ke Bukit Tugur yang jauh dari permukiman masyarakat.

Tetapi saat sebelum gagasannya itu dilaksanakan, Nyai Selakanta harus menjaga Baru Klinthing sampai cukup besar dahulu supaya perjalanan jauh dapat dilakukan. Datang satu hari saat Baru Klinthing telah mencapai periode remaja. Dia menanyakan mengenai si ayah.

Nyai Selakanta terkejut tetapi dia berpikiran si anak harus ketahui hal si ayah. Dia selanjutnya memerintah Baru Klinthing susul si ayah yang bertapa di lereng Gunung Telemoyo. Nyai Selakanta minta supaya Baru Klinthing ke situ sambil bawa pusaka tombak namanya Baru Klinthing punya ayahnya.

Baru Klinthing juga pergi ke lereng Gunung Telemoyo bawa pusaka itu. Di situ dia menyaksikan seorang laki - laki bersemedi. Baru Klinthing langsung bersujud di depan si ayah. Awalannya Ki Bantai tidak yakin ia ialah anaknya tetapi menyaksikan tombak pusaka yang dibawa Baru Klinthing pada akhirnya Ki Bantai juga yakin jika naga itu ialah anaknya.

Tetapi Ki Bantai perlu bukti dan memberi Baru Klinthing pekerjaan. Ki Bantai berbicara, "Baik, saya yakin bila kamu anakku. Tetapi tombak pusaka yang kamu membawa belumlah cukup sebagai bukti buatku. Jika kamu memang betul anakku, kamu coba lingkari Gunung Telemoyo ini!"

Baru Klinthing juga lakukan pekerjaan ayahnya dengan memakai kesaktian yang dipunyai. Pada akhirnya Ki Bantai juga yakin dan mengaku si anak. Dia selanjutnya memerintah si anak bertapa di Bukit Tugur supaya badannya beralih menjadi manusia seutuhnya.

Di lain sisi, ada sebuah dusun namanya Pathok. Dusun Pathok benar-benar Makmur namun warga dusunnya benar-benar arogan. Satu hari, warga dusun yang arogan itu berniat melangsungkan acara pesta sedekah bumi sesudah panen.

Acara pesta itu tampilkan beragam pergelaran seni dan tari. Bermacam jamuan sedap juga gagasannya akan disajikan. Untuk menyiapkan acara pesta, masyarakat juga beramai - ramai memburu binatang di Bukit Tugur.

Namun tidak ada satu binatang juga ketangkap. Tetapi saat akan kembali lagi ke dusun, mereka menyaksikan satu ekor naga bertapa. Nach, Naga yang bertapa itu ialah Baru Klinthing. Masyarakat dusun juga beramai - ramai tangkap dan menggunting daging naga itu.

Daging naga juga diolah untuk jadi sajian acara pesta. Saat acara pesta diawali dengan bermacam sajian yang dibikin terhitung daging naga, ada seorang anak laki - laki dengan badan penuh darah dan bau amis merapat.

Nach, anak laki - laki itu sebagai jelmaan Baru Klinthing yang bentuk naganya telah dipotong - potong oleh masyarakat. Baru Klinthing dalam bentuk anak laki - laki penuh darah minta sisi makanan ke masyarakat tetapi ditendang demikian saja.
Ia juga tinggalkan dusun.

Selanjutnya di tengah-tengah perjalanan, dia berjumpa janda tua namanya Nyi Latung. Nyi Latung yang murah hati juga ajak Baru Klinthing tiba ke tempat tinggalnya dan makan makanan di tempat tinggalnya saja.

Di tengah-tengah pembicaraan, Baru Klinthing minta Nyi Latung menolongnya memberikan pelajaran untuk masyarakat. Nyi Latung disuruh bila dengar suara deru supaya mempersiapkan alat tumbuk padi dari kayu.

Baca Juga: Cerita Rakyat: Asal Usul Tanjung Lesung, Cocok Untuk Pengantar Tidur

Sesudah makan di dalam rumah Nyi Latung, Baru Klinthing kembali lagi ke acara pesta masyarakat bawa sebatang lidi. Datang di tengah-tengah keramaian, dia menanamkan lidi ke tanah. Dia minta masyarakat mengambil lidi yang ditancapkan itu.

Beramai - ramai masyarakat mengambil lidi tetapi tidak ada seseorang juga yang sukses. Sementara dengan kesaktian yang dipunyai, Baru Klinthing dapat mengambil lidi itu secara mudah. Demikian lidi tercabut, suara deru kedengar.

Dari sisa lidi yang tertanam itu, air juga keluar sampai makin lama terjadi banjir besar dan warga langsung selamatkan diri. Namun air secara cepat memporak porandakan dusun sampai membuat semua masyarakat terbenam dan dusun itu beralih menjadi sebuah rawa yang saat ini dikenali sebagai Rawa Pening.

Editor: Siti Juniafi Maulidiyah

Sumber: dongengceritarakyat.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah