Cerita Rakyat: Asal Usul Tanjung Lesung, Cocok Untuk Pengantar Tidur

4 Oktober 2022, 18:46 WIB
Cerita Rakyat: Asal Usul Tanjung Lesung /Youtube Dongeng Kita/

INFOTEMANGGUNG.COM - Alkisah, ada seorang pengembara namanya Raden Budog, di pesisir Laut Selatan Pulau Jawa. Dia seorang pemuda ganteng dan gagah gagah. Saat mengelana, dia didampingi satu ekor anjing dan kuda kecintaannya.

Di siang hari dia baru usai mandi di pantai, dan istirahat di bawah pohon yang teduh. Angin pantai yang sejuk membuat cepat lelap. Dia mimpi mengelana ke arah utara dan berjumpa dengan seorang gadis elok yang membuat kagum.

Baca Juga: Cerita Rakyat: Purbasari Berhati Lembut Dan Purbararang Yang Dengki

Gadis itu tersenyum manis sambil mengulurkan tangannya. Tapi, saat raden akan menyongsong tangan gadis itu mendadak ranting kering jatuh didahinya. Raden Budog juga melemparkan ranting itu karena telah mengusik mimpi dalam tidurnya.

Semenjak mimpi itu, Raden Budog selalu terpikir senyuman manis gadis itu. Meskipun cuma sebuah mimpi, hal tersebut seperti riil. Pada akhirnya dia pergi mengelana mengarah utara untuk cari gadis dalam mimpinya. Raden Budog dalam perjalananya didampingi kuda dan anjing yang menolong cari jalan.

Sesudah Raden Budog melalui jalan yang curam , dia datang pada tempat tinggi namanya Tali Alas (Pilar) hingga dia dapat menyaksikan samudera biru dan pantai yang cantik. Sekalian nikmati tersisa bekalnya dia meluangkan diri untuk istirahat.

Sesudah istirahat raden budog melanjutlkan kembali perjalanannya ke pantai cawar. Setelah tiba disitu dia turun dari kudanya dan langsung masuk ke pantai.

"Waaah, air pantai ini benar-benar sejuk!" tutur Raden Budog sekalian membersihkan wajahnya.

Sejuknya air Pantai Cawar menolong hilangkan rasa capek Raden Budog. Sesudah berasa fresh, pemuda itu membersihkan badannya di muara sungai. Kemudian Dia dekati kuda dan anjingnya di pinggir pantai untuk meneruskan pengembaraan.

Tapi ke-2 binatang itu tidak bergerak meskipun telah menyaksikan tuannya. Ini membuat Raden Budog bingung dengan tingkah ke-2 hewannya.

"Mari berdiri cepat, kita akan meneruskan perjalanan!" hebat Raden Budog.

Tetapi, anjing dan kudanya tidak bergerak karena kelelahaan.

"Baik, jika kalian tidak ingin ikuti perintahku dan ingin diam saja, akan kutinggalkan kalian di sini," sebut Raden Budog kecewa.

Karena perkataanya kuda dan anjing itu berubah jadi batu karang, hingga Raden Budog meneruskan perjalanan dengan jalan kaki.

Dengan kemauan yang membara, Raden Budog terus jalan tanpa capek dan mempedulikan memakainya yang kusam dan kotor. sesampai disungai, dia mau tak mau behenti karena banjir besar terjadi di sungai.

"Ah, saya capek dan istirahat dahulu di sini sekalian menanti banjirnya kering," gumam Raden Bugog sekalian merebahkan tubunya dalam suatu batu.

Saat istirahat, mendadak kedengar bunyi lesung di seberang sungai membuat kaget.

"Saya percaya, di seberang sungai ini ada daerah, rumah gadis itu," katanya dengan kepercayaan.

Raden Budog tidak sabar menanti banjir itu kering untuk selekasnya berjumpa gadis pujaannya. Tapi dia sukses seberangi sungai itu meskipun belum kering itu semaksimal mungkin.

Alunan bunyi lesung kedengar kembali hingga hatinya berdebar-debar kuat karena telah dekat sama gadisnya. Dengan selekasnya dia mengambil langkah ke sumber bunyi itu.

Sesampai dimuka sebuah rumah, kelihatan banyak gadis kampong yang bermain lesung (ngagondang). Lesung ini sebagai adat warga yang sudah dilakukan tiap hari jum'at saat akan menanam padi.

Raden Budog benar-benar kagum menyaksikan gadis-gadis itu yang gesit dan trampil saat mengayun dan tumbuk alu lesung berganti-gantian. Khususnya seorang gadis elok sebagai pimpinan dalam memberikan aba-aba namanya Sri Poh Haci.

"Itu gadis yang datang dalam mimpiku," batin Raden Budog.

Raden Budog benar-benar suka menyaksikan gadis yang dicari saat ini ada didepannya. Sri Poh Haci berasa sedang jadi perhatian lalu dia memberikan kode pada teman-temannya untuk hentikan bermainnya dan pulang ke rumah masing-masing.

Sesampai di dalam rumah Sri Poh Haci di menyambut oleh ibunya.

"Mengapa bermain lesungnya cuma sesaat, nak?" bertanya ibu Sri Poh Haci namanya Nyi Siti.

"Barusan ada seorang pemuda ganteng yang tidak saya mengenal sedang memerhatikanku ketika bermain ngadondang. Saya jadi malu, Bu," terang Sri Poh Haci.

Baca Juga: Cerita Rakyat Jawa Timur: Legenda Tengger yang Jadi Kepercayaan Masyarakat

Mendadak kedengar ketukan pintu diikuti suara seorang lelaki.

"Sampurasun…, permisi…" hebat pemuda itu

"Rampes…," jawab ibu Sir Poh Haci sambil jalan ke pintu.

Saat buka pintu, tampaklah seorang pemuda ganteng dan gagah gagah berdiri di muka pintu.

"Maaf jika kehadiran saya mengusik. Apa boleh saya bermalam di dalam rumah ibu?" pinta pemuda itu (Raden Budog).

Nyi Siti benar-benar kaget dengan keinginan itu.

"Maaf, kisanak ini siapa dan berasal darimanakah? Kenapa anda ingin bermalam di dalam rumah saya? Kami tidak mengenali kisanak," bertanya Nyi Siti berprasangka buruk.

"Nama saya Raden Budog, Bu. Saya seorang pengembara dan kebenaran berkunjung dikampung ini. jika diperkankan, perkenankan saya bermalam di dalam rumah ibu," pinta Raden Budog kembali.

"Maaf, Raden. Yang tinggal di rumah ini cuma saya dan anak gadis saya. Saya tidak berani terima tamu lelaki untuk bermalam," jawab Nyi Siti sekalian tutup pintu.

"Ah, lebih bagus saya tidur di sini saja," gumam Raden Budog sambil merebahkan diri dibale bambu.

Dalam tidurnya dia mimpi dikasih ijin oleh anak Nyi Siti. Mendadak dia menghirup bau kopi yang beri kesegaran. Demikian buka mata, dia menyaksikan gadis elok yang berdiri dan mengetahui hari telah pagi.

"Silahkan Raden diminum kopinya!" kata gadis itu.

"Hai, siapa namamu? Dan darimanakah kau tahu namaku?" bertanya Raden Budog berpura-pura tidak paham.

"saya Sir Poh Haci, anak Nyi Siti," jawab si gadis.

Rupanya Sri Poh Haci jatuh cinta pada Raden Budog sepanjang tinggal sekian hari di daerah itu. Hingga Raden Budog merajut kasih dengan Sri Poh Haci.

Baca Juga: 15 Cerita Rakyat Dari Penjuru Indonesia yang Kaya Pesan Moral dan Nilai Budaya

Nyi siti awalannya tidak sepakat dengan saran itu karena tidak terang asal mula raden budog dan keras. Karena tidak mau membuat anaknya sedih dia mau tak mau mengizinkannya.

Sesudah pernikahannya Raden Budog juga tinggal di daerah itu. Dia selalu tiba melihat permainan lesung istri dan beberapa temannya. Sampai dia jadi suka mainkan lesung sampai lupa waktu. Meskipun pada hari Jumat dia masih tetap bermain walau sebenarnya istrinya telah memberi larangan.

Sikap Raden Budog makin aneh, menabuh lesung sekalian melompat-lompat seperti satu ekor lutung.

"Lihat… saksikan! Ada lutung yang bermain lesung!" teriak beberapa masyarakat.

Alangkah kagetnya saat dia beralih menjadi satu ekor lutung dan tetap sama ke bentuk aslinya kembali.

Dan, Sri Poh Hacikarena malu dia memustuskanuntuk keluar dari kampungnya. Menurut narasi, Sri Poh Haci beralih menjadi Dewi Padi. Untuk mengenangkemahiran Sri Poh Haci dalam bermainlesung, warga menyebutkan kampungitu dengan Daerah Lesung.

Editor: Siti Juniafi Maulidiyah

Sumber: duniapendidikan

Tags

Terkini

Terpopuler