Cerita Dongeng Pasundan: Si Kabayan Dan Nyi Iteung

4 Oktober 2022, 18:03 WIB
Cerita Dongeng Pasundan: Si Kabayan Dan Nyi Iteung /Youtube Karmelia Najmi Yusuf/

INFOTEMANGGUNG.COM - Tersebut seorang lelaki di tanah Pasundan pada periode lalu. Sang Kabayan namanya. Dia lelaki yang pemalas tetapi banyak memiliki akal.

Banyak akal juga dianya walau akalnya itu sering dipakainya untuk memberikan dukungan kemalasannya. Sang Kabayan sudah beristri. Nyi Iteung nama istrinya.

Di suatu hari Sang Kabayan diminta mertuanya untuk ambil siput-siput sawah. Sang Kabayan melakukan dengan ogah-ogahan. Setelah tiba di sawah, dia tidak selekasnya ambil siput-siput sawah yang terdapat banyak di sawah itu, tetapi cuma sekedar duduk di pematang sawah.

Lama dinanti tidak kembali, mertua Sang Kabayan juga susul ke sawah. Kagetlah dia merasakan Sang Kabayan cuma duduk di pematang sawah. "Kabayan! Apa yang kamu kerjakan? Kenapa kamu tidak selekasnya turun ke sawah dan ambil tutut-tutut (Siput) itu?"

Baca Juga: Cerita Dongeng Suku Aborigin Australia: Matahari Terbit Pertama

"Abah-abah (Bapak), saya takut turun ke sawah karena sawah ini benar-benar dalam. Lihatlah, Bah, demikian dalamnya sawah ini sampai langit juga kelihatan didalamnya," jawab Sang Kabayan.

Mertua Sang Kabayan jadi marah. Didorongnya badan Sang Kabayan sampai menantunya itu jatuh ke sawah.

Sang Kabayan cuma tersenyum-senyum sendiri seakan tidak bersalah. "Rupanya sawah ini dangkal ya, Bah?" ucapnya dengan senyuman menjengkelkannya. Dia juga lalu ambil siput-siput sawah yang terdapat banyak di sawah itu.

Di hari lainnya mertua Sang Kabayan memerintah Sang Kabayan untuk menuai buah nangka yang sudah masak. Pohon nangka itu tumbuh di tepi sungai dan batangnya menjuru di atas sungai. Sang Kabayan sebenarnya malas untuk melakukan.

Cuma sesudah mertuanya kelihatan geram, Sang Kabayan pada akhirnya menurut. Dia memanjat tangkai pohon. Dipetiknya sebuah nangka yang sudah masak.

Sayang, buah nangka itu jatuh ke sungai. Sang Kabayan tidak cepat-cepat turun ke sungai untuk ambil buah nangka yang jatuh. Dibiarkannya buah nangka itu tenggelam.

Mertua Sang Kabayan bingung menyaksikan Sang Kabayan pulang tanpa bawa buah nangka. "Apa yang terjadi?" tanyanya dengan raut muka kesal. "Mana buah nangka yang kuperintahkan untuk diambil?"

Dengan muka polos seakan tanpa berdosa, Sang Kabayan menukas, "Lho? Tidakkah buah nangka itu lah sudah kuminta untuk jalan lebih dulu? Apa buah nangka itu belum datang?"

"Bagaimana tujuanmu, Kabayan?"

"Waktu kupetik, buah nangka itu jatuh ke sungai. Ternyata dia ingin jalan sendirian. Karena itu, kubiarkan dia jalan dan kusebutkan supaya dia segera pulang ke rumah. Kuperingatkan juga supaya dia selekasnya berbelok ke rumah ini. Dasar nangka tua tidak sadar diri, tidak mengikuti perintahku juga!"

"Ah, itu cuma alasanmu yang dibuat-buat saja, Kabayan!" mertua Sang Kabayan menggerutu. "Ngomong saja jika kamu itu malas bawa nangka itu ke rumah!"

Sang Kabayan cuma tertawa-tawa walau dimarahin mertuanya.

Di saat lainnya mertua Sang Kabayan ajak menantunya yang malas kembali bodoh itu untuk menuai kacang koro di kebun. Mereka bawa karung untuk tempat kacang koro yang mereka petik.

Baca Juga: Cerita Dongeng Spanyol: Cermin Ajaib Pembaca Sifat Manusia

Baru beberapa buah kacang koro yang dipetiknya, Sang Kabayan sudah malas untuk meneruskannya. Sang Kabayan mengantuk. Dia juga lalu tidur dalam karung.

Saat azan Dhuhur kedengar, mertua Sang Kabayan menuntaskan kerjanya. Dia benar-benar keheranan karena tidak merasakan Sang Kabayan dengannya. "Dasar pemalas!" gerutunya. "Dia pasti sudah pulang lebih dulu karena malas bawa karung berisi kacang koro yang berat!"

Mertua Sang Kabayan mau tak mau menggotong karung berisi Sang Kabayan itu kembali lagi ke rumah. Begitu kagetnya dia saat ketahui isi karung yang dipanggulnya itu bukan kacang koro, tetapi Sang Kabayan!

"Karung ini bukanlah untuk manusia tetapi untuk kacang koro!" omel mertua Sang Kabayan sesudah ketahui Sang Kabayan lah yang dipanggulnya sampai datang di dalam rumah.

Esok harinya mertua Sang Kabayan kembali ajak menantunya itu untuk ke kebun kembali buat menuai kacang-kacang koro. Mertua Sang Kabayan masih kesal dengan peristiwa tempo hari.

Dia ingin membalasnya sakit hati pada Sang Kabayan. Saat Sang Kabayan sedang menuai kacang koro, dengan sembunyi-sembunyi mertua Sang Kabayan masuk ke karung dan tidur. Dia ingin Sang Kabayan memanggulnya pulang sama seperti yang dibuatnya tempo hari.

Adzan Dhuhur kedengar dari surau dari kejauhan. Sang Kabayan hentikan kerjanya. Dilihatnya mertuanya tidak dengannya. Saat dia menyaksikan ke karung, dia menyaksikan mertuanya itu sedang tertidur. Tanpa banyak berbicara, Sang Kabayan lalu mengikat karung itu dan menggeretnya.

Kagetlah mertua Sang Kabayan merasakan dianya digeret Sang Kabayan. Dia juga berteriak-teriak dari dalam karung, "Kabayan! Ini Abah! Tidak boleh kamu geret Abah semacam ini!"

Tetapi, Sang Kabayan tetap menggeret karung berisi mertuanya itu sampai datang di dalam rumah. Ucapnya sambil menggeret, "Karung ini untuk tempat kacang koro, tidak untuk manusia."

Karena peristiwa itu mertua Sang Kabayan benar-benar geram ke Sang Kabayan. Dia diamkan Sang Kabayan. Tidak ingin ajaknya bicara serta melengoskan muka bila Sang Kabayan menegur atau ajaknya berbicara. Dia kelihatan benar-benar tidak suka dengan menantunya yang malas kembali banyak argumen itu.

Sang Kabayan mengetahui kedengkian mertuanya itu padanya. Bagaimana juga dia berasa tidak nikmat diberlakukan semacam itu. Dia lalu cari langkah supaya mertuanya tak lagi membenci dianya. Ditemukan cara tersebut. Dia juga menanyakan pada istrinya hal nama asli mertuanya.

"Ketahui nama asli mertua itu larangan, Abang!" kata Nyi Iteung mengingatkan. "Tidakkah Abang sudah mengetahui permasalahan ini?"

Sang Kabayan usaha merayu. Dijelaskannya bila dia akan doakan mertuanya itu supaya panjang usia, selalu sehat, murah rezeki, dan jauh dari semua mara bahaya. "Bila saya tidak ketahui nama Abah, bagaimana jika nanti doaku tidak tertuju ke Abah dan justru tertuju ke seseorang?"

Nyi Iteung pada akhirnya siap memberitahukan bila suaminya itu janji tidak untuk menebarkan rahasia itu. ucapnya, "Nama Abah yang asli itu Ki Nolednad. Ingat, jangan sekalipun kamu sebut nama Abah itu ke siapa saja!"

Baca Juga: Cerita Dongeng: Angsa Bertelur Emas dan Penyihir Jahat

Sesudah ketahui nama ash mertuanya, Sang Kabayan lalu cari air enau yang mengental. Diambilnya juga kapuk dengan jumlah yang banyak. Sang Kabayan ke arah lubuk, tempat mertuanya itu biasa mandi.

Dia lalu membasahi semua badannya sama air enau yang kental dan tempelkan kapuk di sekujur badannya. Sang Kabayan selanjutnya memanjat pohon dan duduk di dahan pohon sambil menanti kehadiran mertuanya yang hendak mandi.

Saat mertuanya sedang asyik mandi, Sang Kabayan lalu berseru dengan suara yang dibikinnya kedengar lebih berat, "Nolednad! Nolednad!"

Mertua Sang Kabayan benar-benar kaget dengar namanya diundang. Saat itu juga dia memandang arah sumber suara pemanggilnya, semakin kagetlah dia saat menyaksikan ada makhluk putih yang paling menakutkan pada penglihatannya. "Sang siapa engk … kamu itu?" tanyanya terbata-bata.

"Nolednad, saya ini Kakek penunggu lubuk ini." kata Sang Kabayan. "Saya ingatkan padamu Nolednad, sebaiknya kamu mengasihi Kabayan karena dia cucu kecintaanku. Tidak boleh berani-berani kamu menyia-nyiakannya. Urus ia baik. Urus sandang dan pangannya. Bila kamu tidak lakukan pesanku ini, pasti kamu tidak selamat!"

Mertua Sang Kabayan benar-benar takut dengar perkataan ‘Kakek penunggu lubuk' itu.Dia juga janji untuk melakukan pesan ‘Kakek penunggu lubuk' itu.

Mulai sejak itu mertua Sang Kabayan tak lagi membenci Sang Kabayan. Dicintainya menantunya itu. Dicukupinya keperluan sandang dan pangan Sang Kabayan. Bahkan juga, dibuatkannya juga rumah, walau kecil, untuk rumah menantunya itu.

Sesudah memperoleh tindakan yang baik sekali dari mertuanya, Sang Kabayan sadar akan sikap jeleknya sepanjang itu. Dia juga mengganti sikap dan sikapnya. Dia tak lagi ogah-ogahan untuk bekerja. Dia juga bekerja sebagai pekerja.

Baca Juga: Cerita Dongeng: Legenda Kera Sakti di Puncak Gunung Slamet

Hidupnya bersama istrinya lebih baik yang membuat istrinya itu semakin bertambah sayang padanya. Sang Kabayan semakin bertambah sayang ke Nyi Iteung seperti sayang ke mertuanya yang masih tetap baik tindakan padanya.

Mertuanya masih tetap menduga Sang Kabayan sebagai cucu ‘Kakek penunggu lubuk'. Ki Nolednad benar-benar takut untuk memusuhi atau sia-siakan Sang Kabayan karena takut tidak selamat dalam kehidupannya sama seperti yang sudah dimintakan ‘Kakek penunggu lubuk'!

"Pesan kepribadian dari Kelompok Dongeng Sang Kabayan - Narasi Rakyat Sunda (Jawa Barat) ialah kemalasan cuma akan bikin rugi diri kita. Maka dari itu sebaiknya kita menghindar sikap bermalasan hanya karena akan datangkan rugi di masa datang."

Editor: Siti Juniafi Maulidiyah

Sumber: PPID Kota Bandung

Tags

Terkini

Terpopuler