INFOTEMANGGUNG.COM - Laga tanding Arema FC lawan Persebaya pada Stadion Kanjuruhan Malang pada 1 Oktober 2022 menjelma jadi tragedi.
Aksi anarkis Aremania memaksa polisi menembakkan gas air mata pada Tragedi Kanjuruhan. Salahkah tindakan polisi ini? Apa sangsi yang akan dijatuhkan FIFA?
Sebanyak 153 orang tewas sebagai kelanjutan emosi Aremania. Mulanya ada 34 pendukung yang meninggal akibat kejadian ini.
Baca Juga: Imbas Tragedi Kanjuruhan, PSSI Hentikan Liga 1 Selama Sepekan dan Larang Arema Jadi Tuan Rumah
Ada pula 13 mobil yang dirusak dan dibakar. Karena sudah dirasa anarkis, polisi menembakkan gas air mata pada Tragedi Kanjuruhan ini.
Sebagai akibat polisi menembakkan gas air mata pada Tragedi Kanjuruhan, lebih banyak jiwa meninggal akibat berdesakan dan terinjak saat mau keluar dari stadion hingga kekurangan oksigen akibat ditembakkannya gas air mata oleh polisi.
Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta berkata polisi menembakkan gas air mata pada Tragedi Kanjuruhan sebab peringatan pendahuluan dani mbauan dari polisi tidak digubris oleh Aremania.
Para pendukung Arema FC itu tetap nekat memasuki lapangan kemudian melakukan perbuatan yang anarkis.
"Kami juga sedang mendalami kenapa pendukung dan penonton yang tidak puas (berubah) begitu beringas sampai (harus) dikeluarkan gas air mata. Tetapi upaya gas air mata itu sebelumnya (sudah) didahului dengan imbauan terlebih dahulu. Tolong dipahami. Kita semua tidak menginginkan," ujar Nico pada Minggu 2 Oktober 2022 seperti dikutip INFOTEMANGGUNG.COM dari Antara.
Nico mengajak semua pihak bersama merampungkan penanganan korban dulu baru menginvestigasi kejadian guna menuntaskan penanganan kericuhan yang menyebabkan jatuhnya 153 korban tewas tersebut.
Baca Juga: Kronologi Tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022, Terkini 127 Orang Dinyatakan Meninggal Dunia
Mulanya kericuhan terjadi di Stadion Kanjuruhan setelah laga Arema FC dan Persebaya selesai. Ratusan Aremania masuk ke lapangan sambil melempar barang dan mengejar pemain. Mereka kecewa sebab Arema dikalahkan Persebaya 2-3.
Petugas kepolisian sigap mengamankan para pemain. Tetapi amarah supporter tidak terbendung dan saling dorong dengan aparat.
Aparat kewalahan menghalau Aremania. Asap putih gas air mata mulai mengepul. Banyak penonton yang pingsan termasuk anak-anak dan perempuan.
Tak terima, sebagian pendukung membakar sejumlah kursi dan merusak mobil polisi yang ada di dalam maupun luar stadion.
Korban yang pingsan lantas dievakuasi tenaga medis dan aparat.
Sebenarnya, aturan FIFA, organisasi sepak bola dunia, tidak memperbolehkan petugas mengendalikan kerusuhan menggunakan gas air mata.
Pernyataan ini termuat dalam poin 19 FIFA stadium safety and security regulation. Untuk ini siap-siap PSSI bisa terkena sangsi dari FIFA yang belum diketahui wujudnya.
Sementara itu polisi menembakkan gas air mata pada Tragedi Kanjuruhan bakal mendapatkan sangsi tersendiri.
Indonesian Police Watch Sugeng Teguh santoso telah mendesak Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo agar memecat Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat.***