Dengan adanya tuntutan untuk menjadi Guru Penggerak, seringkali guru kehilangan fokus pada tugas utama mereka sebagai pengajar di kelas.
Mereka terlalu sibuk dengan berbagai kegiatan ekstrakurikuler, pelatihan, dan pembinaan di luar jam kerja sehingga waktu dan energi untuk menyiapkan dan memberikan pelajaran menjadi terbatas. Akibatnya, kualitas pembelajaran di kelas dapat terganggu dan berdampak negatif pada prestasi belajar siswa.
3. Kesenjangan antara Guru Penggerak dan Guru Biasa
Implementasi program Guru Penggerak dapat menyebabkan terjadinya kesenjangan antara guru yang menjadi Penggerak dan guru-guru biasa di sekolah.
Guru Penggerak seringkali mendapatkan lebih banyak kesempatan untuk mengikuti pelatihan, mengembangkan keterampilan, dan mendapatkan penghargaan, sementara guru-guru biasa mungkin merasa diabaikan dan tidak mendapat perhatian yang sama. Hal ini dapat menimbulkan perasaan tidak adil dan ketidakpuasan di antara staf pengajar di sekolah.
4. Kurangnya Dukungan dan Sarana Prasarana yang Memadai
Meskipun menjadi Guru Penggerak, namun seringkali para guru tersebut tidak mendapatkan dukungan dan sarana prasarana yang memadai dari pihak sekolah maupun pemerintah.
Mereka mungkin menghadapi kendala seperti minimnya anggaran untuk melaksanakan program-program yang telah direncanakan, kurangnya fasilitas yang mendukung, dan keterbatasan waktu untuk melaksanakan tugas-tugas tambahan sebagai Guru Penggerak.
5. Penilaian Kinerja yang Tidak Akurat