Misalnya, legislatif dapat mengawasi kebijakan eksekutif dan mengubah atau menolak undang-undang yang diusulkan oleh eksekutif
Hal ini memastikan bahwa kebijakan yang diambil melalui proses legislasi mendapatkan persetujuan dari representasi rakyat.
Dalam konteks kebijakan politik, pengaruh pembagian kekuasaan ini terlihat dalam proses pembuatan undang-undang. Pemerintah, melalui cabang eksekutif, dapat mengajukan usulan undang-undang kepada legislatif.
Namun, legislatif memiliki peran penting dalam meninjau, memeriksa, dan mengubah usulan tersebut sebelum dijadikan undang-undang. Ini mencerminkan proses demokratis di mana keputusan politik melibatkan partisipasi dan representasi dari berbagai pihak.
Lebih lanjut, cabang yudikatif juga memiliki peran dalam pengaruh kebijakan politik. Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk memeriksa keberadaan undang-undang yang dianggap tidak sesuai dengan konstitusi.
Jika ada undang-undang yang dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusi, Mahkamah Konstitusi dapat membatalkannya. Hal ini berarti kebijakan politik yang diambil oleh legislatif dan eksekutif harus sesuai dengan landasan konstitusional yang dijaga oleh cabang yudikatif.
Pembagian kekuasaan antara ketiga cabang ini juga berdampak pada stabilitas politik dan pengambilan keputusan yang lebih matang.
Kekuasaan yang terdistribusi secara merata antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif mencegah terjadinya konsentrasi kekuasaan pada satu entitas yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan dan konflik.
Dalam sistem demokrasi yang sehat, keputusan politik yang signifikan harus melalui proses diskusi, negosiasi, dan konsensus antara cabang-cabang kekuasaan ini. Hal ini memungkinkan berbagai kepentingan dan perspektif dalam masyarakat dapat diakomodasi secara lebih baik.