Kampung Naga: Keunikan Kampung Adat Pasundan yang Menolak Listrik dan Teknologi

10 Juli 2023, 16:10 WIB
Kampung Naga: Keunikan Kampung Adat Pasundan yang Menolak Listrik dan Teknologi /instagram @inindonesiaku/

INFOTEMANGGUNG.COM - Kampung Naga, sebuah desa yang terletak di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Indonesia, dikenal dengan keunikan dan keteguhannya dalam mempertahankan tradisi dan gaya hidup mereka yang sederhana. Kampung ini terletak di dataran tinggi, dikelilingi sungai dan hutan hijau. Tidak ada jalanan beraspal, untuk jalan setapak diuruk dengan bebatuan kerikil dengan kolam ikan di kanan dan kiri sampai memasuki area pemukiman.

Salah satu hal yang membuat Kampung Naga begitu istimewa adalah keputusannya untuk menolak penggunaan listrik dan teknologi modern dalam kehidupan sehari-hari. Kampung Naga tetap memegang teguh nilai-nilai leluhur dan warisan budaya mereka.

Baca Juga: Raja Ampat Tak Melulu Soal Laut yang Indah, Inilah Hidden Gem di Raja Ampat: Kali Biru Warsambin

Masyarakat Kampung Naga merupakan keturunan dari suku Sunda yang telah menetap di sana selama berabad-abad. Mereka hidup dalam komunitas yang sangat kental dengan nilai-nilai kegotong-royongan, kekeluargaan, dan kebersamaan. Bahkan seluruh bentuk rumah yang ada di kampung tersebut seragam.

Menolak Listrik dan Teknologi

Salah satu keputusan yang paling mencolok dari masyarakat Kampung Naga adalah menolak penggunaan listrik dan teknologi modern. Meskipun listrik telah menjadi kebutuhan pokok di banyak daerah, masyarakat Kampung Naga memilih untuk hidup secara sederhana dengan menerapkan tradisi mereka yang telah diwariskan secara turun-temurun. Pernah pemerintah menawarkan kampung ini listrik gratis seumur hidup, namun masyarakatnya memilih untuk hidup berdasarkan prinsip leluhur.

Menolak penggunaan listrik dan teknologi modern bukan berarti bahwa masyarakat Kampung Naga hidup dalam kegelapan atau tertinggal dalam perkembangan zaman. Saat malam hari, penduduknya menggunakan lampu berbahan dasar minyak tanah seperti lentera, lampu tempel dan petromak sebagai sumber cahaya saat malam hari. Untuk kegiatan harian, masyarakat memakai lentera dan lampu tempel untuk tidur. Lampu petromak digunakan ketika ada kegiatan.

Penolakan terhadap teknologi modern yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga, sebagai bentuk menjaga kelestarian alam dan lingkungan sekitar mereka. Di samping itu, Kampung Naga juga memiliki sistem irigasi yang ramah lingkungan untuk pertanian mereka yang berkelanjutan.

Namun, penting untuk dicatat bahwa meskipun menolak penggunaan listrik dan teknologi modern, masyarakat Kampung Naga tetap terbuka terhadap perkembangan di luar desa mereka. Mereka menghormati pilihan individu untuk menggunakan teknologi, tetapi tetap mempertahankan tradisi mereka sendiri.

Rumah dan Kamar Mandi Terpisah

Ada pepatah nenek moyang yang dipertahankan yaitu, "WC bukan rumah, rumah bukan WC." Yang berarti WC dan rumah harus dipisah. Karena rumah adalah tempat beristirahat yang bersih, sedangkan WC tempat pembuangan yang kotor. Oleh karenanya di sini, kamar mandi dan WC terpisah dari lingkup perumahan. Warga harus keluar rumah untuk melakukan aktivitas mandi, mencuci dan buang air. Bahkan kandang hewan ternak juga berada di luar.

Ada istilah kanang jaga, di mana semua warga tidak boleh membuat rumah di luar, harus berada di dalam pagar. Di luar pagar ada jamban, kamar mandi, saung, dan kandang domba. Saking asrinya tempat ini, air terus dibiarkan mengalir tanpa kran melalui pipa kecil. Mereka tak khawatir akan kehabisan air.

Di Kampung Naga, satu rumah hanya boleh ada satu KK. Pembuatan rumah yang seragam tidak boleh menggunakan semen, genteng ataupun cat. Atap rumah terbuat dari injuk dan daun tepus. Bangunan rumah berasal dari kayu dan bambu. Untuk warnanya menggunakan batu kapur. Pondasi menggunakan batu pahat yang berbentuk persegi. Bangunan tidak menempel dengan tanah, melainkan terpisah oleh pondasi sehingga ketika ada gempa tidak langsung terdampak.

Baca Juga: 7 Wisata Alam di Surabaya yang Menjadi Penyejuk di Tengah Gemerlapnya Kota Surabaya

Dalam satu rumah ada dua pintu, pintu anyaman sasak untuk dapur dan pintu kayu atau yang ada kaca sebagai ruang tamu. Untuk ruang tamu menggunakan tikar, tidak boleh ada kursi tamu. Bangunan masjid pun di sini memakai kayu serupa rumah. Karena tidak ada pengeras suara, panggilan isyarat adzan memakai kentungan yang dipukul. Begitu pula dalam mengumpulkan warga untuk musyawarah atau gotong royong.

Kampung Naga menjadi bukti bahwa kehidupan yang sederhana dan tanpa teknologi modern masih dapat memberikan kebahagiaan dan kehidupan yang bermakna. Masyarakatnya mengajarkan kepada kita pentingnya menghormati warisan budaya, menjaga keseimbangan antara kemajuan teknologi dan kelestarian alam, serta memperkuat hubungan sosial dalam masyarakat.***

 

Editor: Kun Daniel Chandra

Sumber: Youtube Kacong Explorer

Tags

Terkini

Terpopuler