Surat Al-Ikhlas Ayat 1-4, Keutamaan, Tafsir, Serta Kandungannya

- 5 Juli 2023, 10:42 WIB
Surat Al-Ikhlas Ayat 1-4, Keutamaan, Tafsir, Serta Kandungannya
Surat Al-Ikhlas Ayat 1-4, Keutamaan, Tafsir, Serta Kandungannya /Pexels.com / Alena Darmel/

Para Ulama penyusun Tafsir al-Muyassar berkata, “Katakanlah wahai Rasul, ‘Dia-lah Allah Yang Esa dengan ulûhiyah (hak diibadahi), rubûbiyah (mengatur seluruh makhluk), asma’ was shifat (nama-nama dan sifat-sifat-Nya), tidak ada satupun yang menyekutui-Nya dalam perkara-perkara itu”. [Tafsir al-Muyassar, 11/96]

2. Ayat kedua

اللَّهُ الصَّمَدُ

'Allah adalah ash-Shamad.'
As-Shamad adalah salah satu nama dari Asm'ul Husna, sifat yang dimiliki oleh Allah. Penjelasan para ulama Salaf mengenai makna As-Shamad berbeda-beda, namun perbedaan tersebut masih bisa diterima. Perbedaan makna di kalangan para Salaf saling melengkapi. Keterangan ulama-ulama soal makna As-Shamad, diantaranya

  • Ibnu Abbas r.a., Ash-Shamad bermakna (Rabb) yang segala sesuatu menghadap kepada-Nya dalam memenuhi semua kebutuhan dan permintaan mereka.
  • Ali bin Abi Thalhah r.a., As-Sayyid (Penguasa) yang kekuasaan-Nya sempurna; as-Syarîf (Maha Mulia) yang kemuliaan-Nya sempurna; al-‘Azhîm (Maha Agung) yang keagungan-Nya sempurna; al-Halîm (Maha Sabar) yang kesabaran-Nya sempurna; al-‘Alîm (Mengetahui) yang ilmu-Nya sempurna; al-Hakîm (Yang Bijaksana) yang kebijaksanaan-Nya sempurna. Dia adalah Yang Maha Sempurna dalam seluruh sifat kemuliaan dan kekuasaan, dan Dia adalah Allâh Yang Maha Suci. Sifat-Nya ini tidak layak kecuali bagiNya, tidak ada bagi-Nya tandingan dan tidak ada sesuatupun yang menyamai-Nya. Maha Suci Allâh Yang Maha Esa dan Maha Perkasa.
  • Al-Hasan dan Qatâ, Yang Maha Kekal setelah semua makhluk-Nya binasa. Semua makhluk di dunia ini tak terkecuali akan binasa karena memiliki awal dan akhir, sementara Allah Swt tidak berawal tidak pula berakhir. Bahkan hingga musnahnya kehidupan di dunia ini serta segala penciptaannya, Allah tidak akan turut binasa karenanya, sebab Ia Maha Kekal.
  • Al-HasanAl-Hasan mengungkapkan bahwa makna Ash-Shamad yakni Al-Hayyu al-Qayyûm (Yang Maha Hidup, Maha berdiri sendiri dan mengurusi yang lain), yang tidak akan binasa. 
  • Ikrimah, tidak ada sesuatupun yang keluar dari-Nya dan Dia tidak makan. Berbeda dengan makhluk-Nya terutama manusia yang membutuhkan asupan berupa makanan demi bisa bertahan hidup. Jika makhluk-Nya tidak mendapatkan kebutuhan itu, maka akan menimbulkan komplikasi bagi dirinya sendiri, bahkan bisa mati karena kelaparan. Sementara Allah tidak membutuhkan semua itu dan mustahil mengalaminya.
  • Ar-Rabi’ bin Anas, Ash-Shamad adalah yang tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. Allah Yang Esa dan bisa berdiri sendiri tanpa siapapun juga. Dia tidak memerlukan keturunan dan tidak memilikinya, berbeda halnya dengan makhluk-Nya.
  • Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Sa’id bin Musayyib, Mujahid, Abdullah bin Buraidah, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, ‘Atha bin Abi Rabbah, ‘Athiyah al-‘Aufi, adh-Dhahhak, dan as-Suddi, Ash-Shamad bermakna tidak berongga.
  • Asy-Sya’bi, Ash-Shamad berarti tidak memakan makanan dan tidak minum minuman. Pendapat ini hampir sama seperti yang diungkapkan Ikrimah.
  • Abdullah bin Buraidah, Ash-Shamad yaitu cahaya yang bersinar. 

Imam Thabarani rahimahullah berkata, “Semua makna ini benar, dan ini semua merupakan sifat Penguasa kita ‘Azza wa Jalla. Dia adalah tempat menghadap di dalam memenuhi semua kebutuhan, Dia adalah yang kekuasaan-Nya sempurna, Dia adalah ash-Shamad, yang tidak berongga, dia tidak makan dan tidak minum,  Dia adalah Yang Maha Kekal setelah makhlukNya (binasa)"

Baca Juga: Doa Setelah Sholat Tahajud Agar Cepat Dikabulkan oleh Allah SWT

Syaikh Musa’id ath-Thayyâr hafizhahullah mengatakan bahwa lima makna Ash-Shamad termasuk perselisihan tanawwu artinya perselisihan sejenis dalam ungkapan, bukan perselisihan dalam makna. Semua pendapat ini kembali pada satu makna bahwa sifat Allah tidak membutuhkan apa yang dibutuhkan oleh makhluk-Nya karena kesempurnaan-Nya.

Beliau juga berkata bahwa tidak perlu mengkhawatirkan pengingkaran sebagian salaf terhadap sebagian makna yang diriwayatkan oleh salaf-salaf ini. Demikian juga anggapan mereka bahwa perkataan para salaf ini tidak didukung oleh Lughah (bahasa Arab), karena itu adalah perkataan orang yang tidak memahami (kedudukan-pen) tafsir Salaf, dan dia tidak mengambil faedah ketetapan makna-makna lafazh lughah (bahasa Arab) dari tafsir salaf, Wallahu a’lam. [Tafsir Juz ‘Amma, 1/201, Syaikh Musa’id ath-Thayyâr]

3. Ayat ketiga

Berikut ini ayat dan terjemahan Al-Ikhlas ayat 3:

لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ

'Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan'

Halaman:

Editor: Kun Daniel Chandra

Sumber: almanhaj.or.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah