"Masalahnya ialah kamu ada dalam situasi yang tidak menguntungkan. Jika kamu tidak melakukan apa pun sama sekali ... mereka akan mengeluh tentang itu," kata Raja Charles III di sebuah film dokumenter TV seperti dikutip Info Temanggung.com dari Reuters.
Sepanjang hidupnya, Charles terjebak di antara monarki yang modern, berusaha menemukan tempatnya dalam masyarakat yang cepat berubah dan lebih egaliter, sambil mempertahankan tradisi yang memberi daya pikat pada institusi tersebut.
Ketegangan itu bisa dilihat melalui kehidupan anak-anaknya sendiri jadi mampukah Inggris kembali meraih kejayaan di bawah kepemimpinan Raja Charles III?
Baca Juga: Jejak Karir Sanna Marin Perdana Menteri Finlandia yang Disorot akibat Skandal Pesta Liar
Disiapkan sejak lahir untuk menjadi raja suatu hari, Raja Charles III lahir 14 November 1948, di tahun ke-12 pemerintahan kakeknya, Raja George VI.
Saat ibunya menjadi ratu pada tahun 1952, asuhan Charles selalu berbeda dari raja masa depan sebelumnya. Jika pendahulunya yang dididik oleh tutor pribadi, Charles pergi ke sekolah Hill House di London Barat sebelum menjadi asrama di Cheam School di Berkshire.
Sampai akhirnya ia belajar arkeologi dan antropologi fisik dan sosial tetapi kemudian berubah menjadi sejarah di Trinity College, Cambridge. Ia secara resmi dinobatkan sebagai Pangeran Wales, gelar yang secara tradisional dipegang oleh pewaris takhta, pada sebuah upacara besar pada tahun 1969.
Baca Juga: Elon Musk Klarifikasi Dirinya akan Beli Manchester United, Benarkah?
Kini pertanyaannya mampukah Inggris kembali meraih kejayaan dibawa kepemimpinan Raja Charles III? Mungkin bisa, ia sudah mempersiapkan diri lama untuk itu.***