Bagaimana Cara Mencegah Korupsi di Indonesia? Ini Ulasannya

14 Juni 2023, 10:09 WIB
Bagaimana Cara Mencegah Korupsi di Indonesia? Ini Ulasannya /Pexels.com / MART PRODUCTION/

INFOTEMANGGUNG.COM - Datang dari data yang memilukan bagi Indonesia. Berdasarkan data dari Indonesia Corruption Watch (ICW), ada 579 kasus korupsi yang telah ditindak di Indonesia sepanjang 2022. Jumlah itu meningkat 8,63% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebanyak 533 kasus.

Apa Itu Korupsi?

Korupsi berasal dari bahasa Latin "corruptus" atau "corrumpere", yang artinya menyalahgunakan, menyimpang, menghancurkan, dan mematahkan.

Itu berarti kata "korupsi" mengandung makna yang sangat negatif karena mengacu pada suatu perilaku yang destruktif dan sangat merugikan (Abidin dan Prathama, 2015).

Baca Juga: Materi MPLS Wawasan Wiyata Mandala, Cocok untuk SD, SMP, SMA Tahun Ajaran Baru PPDB 2023

Komponen Dasar Korupsi

Berdasarkan beberapa definisi korupsi, kita dapat menyimpulkan bahwa korupsi pada dasarnya mengandung lima komponen: 

(1) Korupsi merupakan suatu perilaku.

(2) Perilaku itu terkait dengan penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan.

(3) Dilakukan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok.

(4) Melanggar hukum atau menyimpang dari norma atau moral.

(5) Terjadi atau dilakukan dalam public office setting (lembaga-lembaga pemerintah), maupun korporasi swasta. 

Maka dari itu, perlu rekomendasi pencegahan perilaku korupsi untuk pihak pemerintah maupun partai politik.

Cara Mencegah Korupsi di Indonesia

Bagaimana cara mencegah terjadinya korupsi di Indonesia? Berikut cara mencegahnya:

Pertama, Meningkatkan Kualitas Input

Artinya, perlu seleksi dan kaderisasi yang sangat ketat sebelum individu-individu menjadi kader parpol. Sistem seleksi dan perekrutan yang lebih ketat perlu dilakukan ketika para kader hendak menjadi calon legislatif di pemilu legislatif.

Sejumlah partisipan mengeluhkan kualitas anggota DPR yang semakin buruk (baik dalam kemampuan atau kapabilitas maupun moralitas atau kredibilitas), terutama usai diberlakukan dan dijalankannya sistem proporsional terbuka.

Banyak di antara mereka yang terpilih menjadi anggota DPR bukan karena kualitas, tetapi karena popularitas dan bermodalkan dana yang melimpah. Akibatnya, sejumlah kader yang berkualitas, tetapi tidak didukung oleh kemampuan dana yang memadai, akan tersingkir dan tidak terpilih.

Kedua, Parpol Perlu Melakukan Reformasi

Parpol harus berani dan bersedia diaudit keuangannya secara terbuka. Salah satu temuan dalam penelitian yang dilakukan, menunjukkan betapa besarnya peran parpol dalam mendorong anggota-anggota DPR melakukan korupsi.



Sejumlah partisipan bahkan mengungkapkan bahwa terdapat keterlibatan parpol dalam korupsi oleh anggota DPR. Setidaknya, parpol secara langsung atau tidak langsung mendorong anggota DPR melakukan korupsi dan sebagian hasil korupsi yang dilakukan oleh anggota DPR tersebut lantas dikucurkan ke kas parpol. Sebagian anggota DPR mengalami obedience, compliance dan conformity.

Ketiga, Perlunya Reformasi Sistem dan Mekanisme Kerja di DPR

Perlunya reformasi yang memungkinkan dan mendorong setiap anggota DPR melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan benar dan sesuai jalur yang sudah ditetapkan oleh UU MD3 dan Tata Tertib DPR. 

Salah satu hal yang perlu dilakukan dalam reformasi adalah memfungsikan secara optimal Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) sebagai dewan pengawas yang berwibawa dan dihormati oleh semua anggota.

Baca Juga: Bagaimana Cara Membuat Tips-tips? Yuk Cari Tahu Disini

Selama ini, MKD tidak menjalankan fungsinya secara optimal sehingga keberadaannya terbilang tidak dirasakan oleh anggota DPR dan masyarakat, serta kebijakan dan keputusannya pun tidak menimbulkan efek jera pada para anggota yang telah melakukan pelanggaran etik.

Keempat yaitu Komisi-komisi di DPR Perlu Dibuat Ramping

Jumlah anggota di setiap komisi DPR saat ini terlalu banyak sehingga memunculkan kemalasan (social loafing) pada sebagian anggota DPR dan juga mendorong merda melakukan korupsi karena mengalami diffusion of responsibility, Perampingan komisi antara lain dapat dilakukan dengan cara memecah atau membagi komisi menjadi lebih banyak (tidak lagi hanya 11 komisi) sehingga anggota di tiap komisi menjadi lebih sedikit.

Komisi yang terlalu gemuk cenderung kurang efektif dalam mengerjakan pekerjaan-pekerjaan strategis, seperti pembuatan kebijakan (UU) untuk kepentingan negara. Komisi yang ramping memungkinkan para anggotanya bekerja lebih profesional dan efektif.

Profesionalitas dan efektivitas kerja komisi komisi tersebut akan terealisasi jika semua anggota DPR terpilih menjadi anggota DPR karena kapabilitas dan kredibilitasnya yang teruji. Artinya, input-nya, di parpol dan DPR memang bagus dan tepat.

Maka dari itu, peran pemerintah dan masyarakat penting untuk mengingkatkan mereka agar bekerja hanya untuk rakyat bukan kepentingan kekuasaan.***

Editor: Kun Daniel Chandra

Sumber: Buku Psikologi Sosial, Subhan El Hafiz, Meutia Nauly, Rahma

Tags

Terkini

Terpopuler