Siapakah yang Berhak Menentukan Kelulusan Siswa Siswi di Kurikulum Merdeka? Jawaban dan Contoh Kasus

25 Februari 2023, 10:09 WIB
Siapakah yang Berhak Menentukan Kelulusan Siswa Siswi di Kurikulum Merdeka? Jawaban dan Kasus Nyata /pressfoto/Freepik

INFOTEMANGGUNG.COM - Inilah jawaban pertanyaan siapakah yang berhak menentukan kelulusan siswa-siswi? Disini kami akan berikan catatan berdasar kasus yang pernah terjadi.

Pertanyaan siapakah yang berhak menentukan kelulusan siswa-siswi adalah pertanyaan latihan pemahaman dari Modul 3 mengenai Kenaikan Kelas dan Kelulusan.

Soal latihan Pemahaman itu diambil dari Kurikulum Merdeka, siapakah yang berhak menentukan kelulusan siswa-siswi?

 

Pertanyaan lainnya bisa disimak pada Kunci Jawaban Post Test Modul 3 Kenaikan Kelas dan Kelulusan, Lengkap dengan Latihan Pemahaman secara lengkap pada platform ini.

Baca Juga: Kunci Jawaban Post Test Modul 3 Kenaikan Kelas dan Kelulusan, Lengkap dengan Latihan Pemahaman

Sekarang kita akan menjawab soalnya dulu.

Apakah jawaban yang paling tepat untuk soal "Untuk Kurikulum Merdeka, siapakah yang berhak menentukan kelulusan siswa-siswi?" simak sebagai berikut:

Latihan Pemahaman

1. Untuk Kurikulum Merdeka, siapakah yang berhak menentukan kelulusan siswa-siswi?

A. Kemendikbud Ristek

B. Dari dinas pendidikan

C. Satuan pendidikan

D. Dari komite pembelajaran

 

Jawaban yang tepat adalah: C. Satuan pendidikan

Berdasar Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional, satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal di setiap jenjang dan jenis pendidikan. 

Satuan pendidikan di Indonesia terbagi menjadi pendidikan dasar (SD dan SMP), pendidikan menengah (SMA dan SMK), serta pendidikan khusus (SDLB, SMPLB, SMALB, dan SLB). 

Masing-masing satuan pendidikan bertujuan meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Baca Juga: Kunci Jawaban Latihan Pemahaman Cerita Reflektif Modul 1 Mengenal Layanan Bimbingan dan Konseling (Baru)

Dalam keputusan tidak meluluskan seorang murid sebaiknya hanya bisa diambil sebagai acuan terakhir sesudah semua usaha perbaikan sudah dikerjakan, sebab di Kurikulum Merdeka satuan pendidikan harus bisa mempertimbangkan rekaman perjalanan belajar murid secara keseluruhan

Dalam hal kriteria kenaikan kelas dapat ditetapkan oleh keputusan rapat dewan guru

Ada kasus nyata yang terjadi di SMAN 1 Sembalun, Lombok Timur pada tahun 2019. Seorang siswa SMA yang rajin dan pintar tetapi tidak diluluskan kepala sekolah. Alasannya, ia dinilai tidak patuh terhadap kepala sekolah.

Beritanya sempat viral di media sosial pada tahun 2019. Siswa itu tidak lulus karena kritis terhadap kebijakan kepala sekolah.

Siswa itu tidak setuju kebijakan kepala sekolah yang memukul siswa dan melarang penggunaan jaket, padahal cuaca sangat dingin (11-12 derajat Celsius) karena musim hujan dan memprotes juga pemulangan siswa yang terlambat karena kondisi jalan rusak akibat longsor.

Siswa itu menuangkan kekesalannya di Facebook. Akibatnya ia tidak lulus sekolah.

Lantas apakah keputusan kepsek itu dapat dibenarkan? Syarat kelulusan siswa mungkin ada dua hal yaitu: akademik dan non-akademik. Aspek akademik biasanya lebih dominan. Pelanggaran siswa tadi bisa dimaafkan karena alasan kemanusiaan.

Kelulusannya diputuskan lewat rapat dewan guru dan kepala sekolah. Satuan pendidikan memang merupakan penentu.

Yang menentukan kelulusan secara akademik ialah nilai rapor dan ujian nasional (UN). Apabila nilai gabungan keduanya dapat mencapai batas minimal yang ditentukan, maka siswa harus dinyatakan lulus.

Tetapi seorang siswa yang memiliki kasus berat di sekolah, contihnya merusak fasilitas sekolah atau melukai guru, atau terlibat obat terlarang bisa tidak lulus meskipun nilainya memadai.



Sistem kelulusan yang mengakomodasi nilai rapor dinilai membuat peluang kelulusan siswa lebih besar. Penilaian lama memang demikian. Pada umumnya, guru dan kepsek menginginkan seluruh siswa lulus. Bila ada nilai UN siswa yang rendah dapat diselamatkan oleh nilai rapor yang bisa jadi bagus.

Lain dengan nilai UN dan nilai rapor yang terukur dan pasti (objektif). Penilaian sikap siswa seperti kasus di Lombok tadi sangat subjektif. Sebagian guru menangis dan tidak setuju dengan keputusan kepala sekolah. Ada kabar kepala sekolah menolak permohonan maaf keluarga siswa, hanya karena dilakukan pada hari Minggu.

Menurut kepala sekolah, keputusan bukan dibuat sendiri dan tanpa alasan, tetapi melalui rapat kelulusan yang dihadiri oleh 17 guru.

Mungkin saja para guru itu hadir, tetapi tidak dicapai kata sepakat atau mereka tidak berani berbeda pendapat karena pada umumnya, bawahan tidak berani berbeda pendapat dengan atasan.  Sebab banyak atasan yang tidak bisa menerima kritik dari bawahan dan menjatuhkan sanksi yang tidak mengenakkan.

 

Para guru yang kritispasti memiliki pertanyaan, adalah yang berhak meluruskan cara pandang kepala sekolah atau guru-guru di sekolah itu? Apakah keputusan ketidaklulusan tersebut bisa dianulir?

Harapannya ada pada pengawas sekolah yang dapat meminta penjelasan kepsek atas keputusannya. Data dan argumentasi ketidaklulusan harus dimajukan kepala sekolah untuk memperkuat alasannya.

Pengawas juga meminta informasi kepada guru-guru dan siswa yang bersangkutan secara terpisah, bisa tentang bagaimana proses rapat kelulusan berlangsung.

Bila data dan argumentasi kepala sekolah dinilai lemah, maka pengawas bisa meminta kepala sekolah meralat keputusannya.

Dalam hal ini pengawas sekolah memposisikan diri sebagai pihak yang mencari kebenaran dan keadilan bagi siswa, bukan mencari kesalahan kepala sekolah. Harus diupayakan tidak ada pihak yang merasa dihakimi atau digurui. Niat yang baik harus disampaikan dengan cara yang baik pula.

Apabila upaya pengawas itu tidak berhasil, maka dinas pendidikan provinsi haruslah turun tangan. Jika masih terjadi kebuntuan, maka gubernur yang harus menyelesaikan masalah ini.

Pada pokoknya harus ada dari ketiga pihak tersebut yang maju dan segera menyelamatkan siswa itu. Masa depannya ditentukan oleh kecepatan dan kepedulian penanganan perkara itu.

Kurikulum 2013 menekankan pembentukan karakter siswa. Dalam pembentukan karakter, guru dan kepala sekolah memiliki peran penting.

Baca Juga: Kunci Jawaban Post Test Modul 2 Layanan Dasar Bimbingan dan Konseling, Paling Baru dan Lengkap

Apabila guru dan kepala sekolah bisa menjadi teladan dalam nilai-nilai baik, maka karakter anak didik akan tumbuh dengan baik. Para anak didik akan terpengaruh dengan cara melihat dan menyaksikan perilaku guru, bukan dengan apa yang dikatakan dan ditulis oleh guru.

Demikian jawaban pertanyaan siapakah yang berhak menentukan kelulusan siswa-siswi? Dengan renungan salah satu kasus nyata yang pernah terjadi. Semoga bermanfaat.***

Editor: Mariyani Soetrisno

Sumber: Kemdikbud

Tags

Terkini

Terpopuler