Dampak Lingkungan Mengiringi Ambisi Pemerintah Dalam Memenuhi Keberadaan Mobil Listrik di Dunia

20 Februari 2023, 12:14 WIB
Dampak Lingkungan Mengiringi Ambisi Pemerintah Dalam Memenuhi Keberadaan Mobil Listrik di Dunia /pexel.com/Kindel Media/

INFOTEMANGGUNG.COM – Mobil listrik atau kendaraan dengan berbahan bakar baterai EV (electric vehicle) sedang menjadi buah bibir banyak masyarakat dunia. Sudah bukan rahasia umum, bahwa saat ini pemerintah sedang menggencarkan popularitas mobil listrik atau kendaraan non bensin di Indonesia.

Berbagai merk mulai bermunculan dengan aneka pilihan dan harga yang bervariasi. Mulai dari 200jutaan hingga miliaran rupiah.

Mobil listrik ini akhirnya menimbulkan pertanyaan dari banyak kalangan pemerhati lingkungan, apakah benar kendaraan dengan tanpa bahan bakar fosil ini ramah lingkungan?

Baca Juga: Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 8 Halaman 39, Termasuk Jenis Apa Iklan Tersebut Pada Kegiatan 2.5

Baterai yang digunakan pada kendaraan listrik terbuat dari sejumlah bahan baku seperti kobalt dan nikel.

Tanah air disebut sebagai negara penghasil biji nikel terbesar di dunia. Produksi nikel dunia mencapai 2.668.000 ton Ni pada tahun 2019 dan Indonesia menyumbang 800.000 ton Ni.Dari angka tersebut bisa dihitung jika Indonesia menjadi negara penghasil nikel terbesar. .

Nikel juga menjadi bahan baku baterai lithium yang dipakai pada telepon genggam atau peralatan elektronik lainnya. Baterai lithium termasuk produk yang eco-friendly karena sifatnya bisa diisi ulang

Ambisi pemerintah Indonesia untuk menjadi produsen baterai utama untuk mobil listrik di pasar dunia memunculkan pertanyaan mengenai dampak lingkungan yang ditimbulkan dari rencana tersebut. Ahli berpendapat ambisi pemerintah itu tidak sejalan dengan upaya memerangi dampak krisis iklim.

Keyakinan pemerintah untuk dapat ambil bagian dalam ekosistem kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) di tingkat global juga didasari oleh ketersediaan sumber daya alam di dalam negeri. Presiden Indonesia Bapak Joko Widodo meyakini bahwa sumber daya alam lokal yang tersedia mampu menunjang ambisi pemerintah untuk mengambil peran penting dalam ekosistem kendaraan listrik global.

Alasan lain yang dikemukakan pemerintah dalam ekspansinya pada industri kendaraan listrik adalah penekanan emisi gas rumah kaca dan transisi ke energi yang lebih ramah lingkungan.

Baca Juga: Wajib Simak! Inilah Daftar Harga Mobil Listrik di Indonesia, Harga Mulai Rp200 jutaan

Menurutnya, jika ekosistem kendaraan listrik terintegrasi dengan baik di Indonesia, maka bukan tidak mungkin akan banyak produsen kendaraan listrik dunia bergantung kepada EV baterai buatan Indonesia.

Alasan pemerintah yang mengungkapkan rencana ekspansi kendaraan listriknya agar Indonesia menjadi lebih ramah lingkungan ditolak oleh para aktivis pemerhati lingkungan.

Manajer Kampanye Tambang dan Energi Wahana Lingkungan Indonesia (WALHI) Fanny Tri Jambore atau yang akrab disapa Rere mengatakan kendaraan listrik tidak bisa dianggap sebagai bagian dari transisi energi yang lebih ramah lingkungan.

Rere menjelaskan siklus produksi baterai kendaraan listrik hingga ke tahap pengisian daya listrik bagi kendaraan listrik masih menghasilkan emisi gas rumah kaca yang sangat tinggi. Ia mencontohkan kegiatan penambangan nikel yang masih berkontribusi besar pada emisi gas rumah kaca.

Rere mengatakan bahwa WALHI mencatat saat ini pemerintah Indonesia telah mengeluarkan izin konsesi penambangan nikel seluas 900 ribu hektare lahan. Dari jumlah luasan tersebut, sebanyak 600 ribu hektare diantaranya merupakan kawasan hutan.

Sementara itu, emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari pengisian daya listrik untuk kendaraannya juga tidak kalah tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh sekitar 80 persen pembangkit listrik di Indonesia yang masih berbasis energi fosil.

“PLN sendiri mencatat di 2021 kemarin, total emisi yang dihasilkan dari pembangkit listrik mereka sekitar 259 juta ton. Dan akan terus meningkat sampai 334 juta ton di tahun 2030. Jadi kalau kemudian membayangkan bahwa kendaraan listrik itu adalah bagian dari transisi energi yang ditujukan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, itu gak akan sampai ke sana. Perubahan produksi dan moda transportasi semata, tapi tidak akan menuju kepada transisi energi alih-alih menurunkan emisi gas rumah kaca,” tegasnya.

Menurutnya ada berbagai cara yang bisa ditempuh oleh pemerintah untuk bisa menciptakan ekosistem kendaraan listrik tanpa merusak lingkungan. Salah satunya adalah dengan tidak memberikan izin konsesi besar-besaran untuk pertambangan nikel.

Baca Juga: Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 8 Halaman 33, Jelaskan Makna Dari Slogan-Slogan

“Dari produksi nikel yang ada sekarang, upaya untuk mendaur ulang dari baterai itu akan menurunkan kebutuhan bijih nikel yang ditambang, sehingga tidak harus semua wilayah di Indonesia dilakukan atau dibuka pertambangan,” kata Rere.

Pemerintah, menurut Rere, sudah seharusnya tidak memasukkan wilayah hutan, kawasan pesisir ke dalam wilayah konsesi pertambangan agar tidak menimbulkan masalah baru terutama keselamatan masyarakat sekitar. Ia mencatat sudah banyak masyarakat yang terdampak akibat adanya pertambangan nikel tersebut.***

Editor: Fauzia Prapita Sari

Sumber: VOA Indonesia

Tags

Terkini

Terpopuler